Dalam konteks inilah, maka tindakan korupsi telah menginfeksi berbagai aspek kehidupan, dari pemerintahan hingga bisnis, kemudian melahirkan kultur yang memandang korupsi sebagai jalur cepat untuk mencapai kekuasaan, kekayaan dan kesejahteraan.
Menariknya hari ini, korupsisme tidak mengenal batas. Di mana korupsi tidak lagi terbatas pada elite politik atau ekonomi saja, melainkan juga merambah ke lapisan masyarakat lebih luas—bahkan pada aras tertentu pada masyarakat biasa.
Meratanya perilaku ini bisa jadi karena model pembelajaran yang terjadi secara vertikal dan horizontal dalam masyarakat.
Akibatnya budaya korupsi yang menghujam-dalam ini memperlihatkan bahwa korupsi telah menjadi bagian dari ‘desain sistemik’ yang lebih besar, di mana tindakan korupsi telah diperhitungkan sebagai risiko yang ‘manageable’ dan diimbangi dengan manajemen resiko yang matang.
Sementara di sisi lain, ironisnya, meskipun banyak upaya pemberantasan korupsi, sistem yang memungkinkan korupsi itu justru terus tumbuh dan berkembang.
Pertanyaan yang muncul adalah, apakah korupsi sekarang ini telah menjadi bagian dari budaya nasional? Apakah ini adalah refleksi dari nilai-nilai yang kita anut sebagai masyarakat?
Tentu saja, untuk menjawab ini mungkin pahit. Sebab faktanya, secara jujur kita temukan bahwa korupsi tidak hanya mengakar dalam praktik-praktik politik dan ekonomi, tetapi juga telah menjiwai sebagian nilai dan norma sosial yang berlaku.