“Kenalin! Ini Tiyas. Tetangga sebelah rumah.”, kata Alfin mencoba mencairkan suasana. Dengan ragu Murni menerima uluran tangan perempuan di depannya.
“Sebelah mana, ya? Kok, aku gak pernah lihat!”, tanya Murni meragukan.
“Mama Tiyas kerja di luar kota, Ma. Jadi, jarang di rumah.”, sahut Farhan. Ucapan Farhan membuat mereka bertiga terkejut.
“Mama Tiyas.”, Murni mengulang perkataan Farhan.
“Iya, Ma. Ayah bilang Farhan mau punya dua mama. Kalo mama kerja, Mama Tiyas akan nemenin Farhan di rumah.”, kata Farhan polos.
“Farhan! Ayo pulang!”, kata Murni meraih lengan Farhan.
“Tapi makannya belum selesai, Ma.”, kata Farhan sambil berdiri dari duduknya karena tarikan Murni.
“Besok kita ke sini lagi.”, jawab Murni pendek.
“Murni aku bisa jelasin semua!”, kata Alfin mencegah mereka.
“Tidak usah! Aku sudah tahu semua. Asal kau tahu aku menemukan foto ini di kemejamu.”, kata Murni sambil melempar beberapa lembar foto ke wajah Alfin. Beberapa pengunjung melihat ke arah mereka. Murni menyeret tangan Farhan keluar.
Malam itu adalah malam terakhir Farhan bertemu ayahnya. Wanita mana yang rela dimadu. Dengan dukungan ibu dan adiknya Murni mengajukan gugatan cerai pada suaminya. Toh, selama ini ia bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Tapi bagaimana ia menjelaskan semua ini pada Farhan?