Oleh: Ady Amar, Kolumnis
SEGALA cara merampas keikutsertaan Anies Baswedan dalam Pilkada DKJ 2024 berhasil dilakukan. Anies yang dicintai warga Jakarta dibuat tak bisa berlaga. Meski elektabilitas Anies tinggi, jauh melampaui pasangan calon gubernur yang diusung KIM Plus–koalisi partai-partai minus PDIP yang direstui istana lama dan baru–juga Pramono Anung-Rano Karno pasangan yang diusung PDIP. Pasangan ini belum masuk radar bisa dilihat elektabilitasnya. Pramono Anung pun disebut calon yang direstui istana.
Juga kemunculan pasangan independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, yang boleh dilihat sebelah mata, atau bahkan boleh tidak dilihat sebagai pesaing yang menguatirkan pasangan yang diusung KIM Plus, Ridwan Kamil-Suswono, yang sepertinya akan melenggang mulus sesuai harapan istana.
Skenario menghentikan Anies agar tak ada partai politik berani mengusungnya berhasil dilakukan. Anies dihentikan dengan cara menyelisih demokrasi dengan tak menganggap mayoritas suara konstituen Jakarta, yang menghendaki ia memimpin Jakarta untuk periode ke-2 nya. PDIP pun “dipaksa” untuk tak coba-coba nekat mengusungnya. Lalu Pramono jadi pilihan.
Melihat Anies diperlakukan dengan tak sepantasnya memunculkan konstituennya melakukan perlawanan dengan caranya. Muncul “Gerakan Coblos Semua”. Itulah protes. Bentuk perlawanan warga Jakarta memilih dengan tidak memilih ketiga pasangan yang dimunculkan. Pasangan calon yang lebih pada suka-suka penguasa.