Dalam agama Islam, utang belum lunas bukanlah perkara ringan. Bahkan, jika seseorang meninggal dunia dengan membawa utang yang belum diselesaikan, ruhnya akan mengalami keadaan “tertahan” sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.
Islam sebagai agama yang sempurna memberikan perhatian besar terhadap urusan utang-piutang. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 282, dijelaskan secara rinci bagaimana tata cara bertransaksi utang agar tidak merugikan salah satu pihak.
Selain itu, hadis, ijmak, dan qiyas juga menunjukkan bahwa utang berkaitan erat dengan hak sesama manusia, sehingga wajib diselesaikan dengan adil.
Apabila seseorang meninggal dunia dalam kondisi masih memiliki utang, tanggung jawab melunasinya berpindah kepada ahli waris atau pihak lain yang mau menanggungnya.
Jika utang belum lunas, ruhnya akan tergantung dan tidak bisa mendapatkan ketenangan di alam akhirat. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadis berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ، حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Artinya: “Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: ‘Ruh orang beriman menggantung sebab utangnya sehingga dilunasi” (HR Tirmidzi).