Oleh: Septian Pribadi, Peneliti di BLI Tebuireng Media Group
Beberapa bulan terakhir, media sosial dan kanal berita dipenuhi berita seputar hiruk-pikuk pemilihan pemimpin yang akan beradu ketangkasan di Pemilu 2024. Baik Capres-Cawapres dan partai pengusungnya mulai melakukan pemanasan perebutan kursi paling panas di Indonesia, kursi presiden. Mereka mulai hadir di acara podcast-podcast yang digagas generasi muda hingga acara prestis macam Mata Najwa. Semua bersuara dan menuai bermacam-macam komentar dari warganet.
Meski terkesan sangat berisik, namun masyarakat kita tetap saja menikmatinya. Unggahan video singkat di Tiktok yang ditonton ratusan dan menjadi FYP, dijadikan bahan obrolan di warung kopi, hingga perdebatan antar masyarakat di desa yang ngotot mengusung calon presiden yang menurut mereka tepat memimpin Indonesia.
Atmosfer panas karena Pemilu 2024 rasanya akan semakin memanas hingga pengumuman pemenang siapa yang akan menjadi presiden Indonesia nanti. Bahkan bisa jadi, jika terendus kecurangan-kecurangan yang selama ini maklum terjadi di Pemilu, akan memunculkan situasi lebih panas antar kubu yang sudah jor-joran menggelontorkan sekian triliun uang tapi tetap kalah.
Masyarakat Indonesia yang semakin melek politik karena semakin akrab dengan media sosial adalah satu sisi yang membahagiakan. Namun di sisi lain, ada praktik-praktik yang tidak disadari dan berpotensi berbahaya yang harus diwasapadai oleh masyarakat Indonesia dalam memilih pemimpinnya.