Porostimur.com, Ternate – Nasib hutan pulau di Maluku Utara dalam pusaran kehancuran yang tak terkendali, lantaran kawasan Wallacea ini menjadi arena panambangan nikel yang terus berkecamuk merebut bijih nikel.
Hal itu, disampaikan Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Forum Studi Halmahera (Foshal) Julfikar Sangaji dalam diskusi yang digelar di Kedai Komune, Ternate, Maluku Utara pada 5 Februari 2024 lalu.
Menurut dia, saat ini, ada sekitar 213.960 hektar daratan di Maluku Utara termasuk pulau-pulau kecil yang dikuasai oleh perusahaan penambangan bijih nikel, artinya deforestasi hutan tanpa henti akan terus terjadi.
“Metode tambang terbuka yang dioperasikan oleh penambang nikel, adalah peristiwa memilukan karena hutan akan dibabat habis, lalu digali tanahnya hingga sampai puluhan meter, dan itu semua demi ore,” papar Julfikar Sangaji melalui ketrangannya, Jumat (9/2/2024).
Sementara juru Kampanye Trend Asia Novita Indri, mengatakan, apa yang terjadi di Maluku Utara ini, berkaitan dengan industri nikel selalu dilabelkan sebagai agenda transisi energi justru sebaliknya, bahwa seluruh proses industri nikel masih tinggi dan menghasilkan emisi gas rumah kaca.
“Misalnya, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kawasan industri nikel pulau Obi mencapai 3.489.944 ton CO2e pada 2022 atau setara dengan 6x emisi Timor Leste pada 2021,” beber Novita.