Kampus Sebagai “Free Rider” (Penunggang Gelap) Kemakmuran

oleh -70 views

IUP ini akan menghancurkan perguruan tinggi itu sendiri. Ia seakan menyuruh perguruan tinggi berkhianat terhadap substansinya sendiri — yang membuat proses akademik yang merdeka; meneliti secara bebas; dan membandingkan apa yang dia teliti secara bebas itu dengan kenyataan.

Untuk bisa mendapat IUP tidak mungkin membuat iklim akademis menjadi merdeka. Anda tidak mungkin membuat riset yang ‘excellence’ jika perguruan tinggi tempat Anda bernaung selalu takut kalau IUP-nya dicabut. Anda tidak akan menghasilkan sarjana-sarjana yang berpikiran merdeka — core dari dunia akademik — bila kuatir uang hasil IUP itu hilang.

UKT murah juga kemungkinan besar tidak akan bisa dicapai. Hasil IUP, yang harus dibagi dengan perusahan tambang, mungkin terlalu kecil untuk menanggulangi cost untuk menjalankan sebuah perguruan tinggi. Ia mungkin akan mampu mengubah mobil dinas para rektor dari Avanza ke Alphard tapi tidak akan mampu menurunkan UKT.

Baca Juga  Ngeri! Detik-detik Banjir Bandang Hantam Kelurahan Talumolo Gorontalo

Masalah penunggang gelap adalah bentuk ketidakadilan. Ia memberikan kekuasaan mengontrol yang besar kepada siapa saja yang berkuasa untuk memberikan IUP. Penguasa ini tentu tidak akan memberikan secara cuma-cuma. Harus ada imbal balik atau resiprokalitas.

Hingga disini kita juga harus memperluas pertanyaan kepada ormas-ormas keagamaan yang menerima IUP: Apakah artinya penunggang gelap dalam penciptaan kemakmuran ini sejalan dengan iman? Bukankah iman itu tidak pernah berkompromi dengan ketidakadilan? Kalau jawabannya adalah ini semua demi kemaslahatan umat, saya kuatir kasusnya sama dengan Rektor dan UKT di atas. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.