Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura
Ketika terjadi protes-protes besar tentang Gaza dan Palestina di berbagai kampus di Amerika Serikat, salah satu yang disasar oleh para demonstran adalah uang-uang yang ditanam oleh pihak universitas. Para demonstran meminta penguasa universitas untuk menghentikan investasi mereka di Israel serta di perusahan-perusahan yang mendukung genosida penduduk Gaza.
Ini bukan pertama kali terjadi. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, kampus-kampus dilanda protes anti-apartheid di Afrika Selatan. Saat itu, salah satu sasaran terpenting dari para pendemo — yang kebanyakan adalah mahasiswa dan para dosen — adalah investasi dari pihak universitas mereka belajar.
Universitas melakukan investasi?
Ya. Persis demikianlah adanya. Universitas-universitas di Amerika (yang saya ketahui), selain mendapatkan uang dari uang kuliah juga dari penghasilan lewat dana endowment atau dana abadi yang disumbangkan oleh para donatur. Bahkan kadang endowment ini hasilnya lebih besar dari pemasukan uang dari uang kuliah.
Yang menjadi donatur biasanya adalah para alumni atau perusahan-perusahan yang didirikan oleh para alumni. Dana-dana ini dihimpun dalam dana abadi dan itulah yang diinvestasikan dalam bentuk saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya. Dari situlah universitas melakukan pengembangan — mulai dari membangun dan memelihara gedung-gedung, membeayai riset, dan bahkan memberikan beasiswa.