Oleh: Dino Umahuk, Penulis dan Sastrawan Indonesia
Hari ini, 17 April 2025, genap 56 hari sejak Sherly Tjoanda resmi menjabat sebagai Gubernur Maluku Utara dan keberhasilannya dalam memainkan populisme lokal yang ciamik saat pillkada 2024 lalu belum terlihat pada aksi nyatanya dalam mengelola pemerintahan di Malut.
Sebagian publik di Maluku Utara bahkan menilai Sherly mulai tergelincir. Ini ditandai dengan langkahnya menunjuk mantan napi koruptor dan tim suksesnya menjadi Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TPPD), melakukan banyak rapat-rapat pemerintah di hotel miliknya di Ternate, maupun keputusannya dalam mencairkan dana bagi hasil (DBH) yang dinilai pilih kasih.
Perlu diingat bahwa Maluku Utara bukanlah panggung glamor. Ini tanah yang indah tapi rapuh. Di balik lonjakan pertumbuhan ekonomi tertinggi nasional, kualitas pembangunan manusianya masih tertinggal secara peringkat nasional. IPM-nya memang masuk kategori “tinggi” menurut klasifikasi BPS, tetapi rakyat Maluku Utara masih terkungkung oleh kemiskinan.
Balik lagi ke masa-masa kampanye, di mana Sherly tampil sangat terstruktur, sistematis, dan terencana serta menghindari pembahasan rinci tentang kebijakan.
Dia tidak repot-repot membahas hal-hal teknis yang kompleks seperti anggaran daerah, proyeksi ekonomi, atau infrastruktur? Dia memilih tampil dengan janji-janji yang terdengar menarik.