Toleransi Khalifah Umar bin Khattab terhadap penduduk Yerusalem antara lain dikisahkan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “Al-Faruq Umar” yang diterjemahkan Ali Audah menjadi “Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu” (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000)
Haekal menjelaskan mengenai persetujuan Baitulmukadas yang mencantumkan suatu ketentuan dengan pihak Nasrani bahwa umat Islam dilarang memasuki gereja-gereja mereka, di waktu malam atau siang.
Jangan membicarakan agama mereka atau berusaha meyakinkan pihak lain untuk menganutnya. Umat Nasrani tidak boleh dipaksa memakai pakaian Muslim , tidak boleh berbicara dalam bahasa Arab sebagai bahasa pemenang dan menggunakan nama-nama seperti nama-nama mereka; bahwa tidak boleh menunggang kuda dan membawa senjata, dan tidak harus berhenti jika seorang Muslim lewat di depan mereka.
Jika ada seorang Muslim datang mereka tidak harus berdiri sampai ia duduk; bahwa tidak boleh menjual minuman keras, menaikkan salib di atas gereja-gereja mereka dan tak boleh membunyikan lonceng; tak boleh mengambil seorang pembantu yang masih bekerja pada seorang Muslim.
Menurut Haekal, faktor-faktor kemunduran yang kemudian menggerogoti tubuh kedaulatan Islam ini telah menjerumuskannya ke dalam tindakan-tindakan yang tidak terpuji dalam kebijaksanaannya.