Oleh: Radhar Tribaskoro, Kolumnis
Keinginan SBY baik, ia ingin anaknya mendapat pengalaman berlaga dalam kontes politik terbesar: pilpres. Ia pun ingin partainya besar dengan memberikan coattail effect atau limpahan suara yang besar karena ketumnya menjadi cawapres.
Sayangnya, partai Demokrat tidak sendirian, koalisi juga beranggotakan Nasdem dan PKS. Bagi keduanya, pilpres bukan fasilitas pelatihan buat putra tersayang, juga bukan sekadar membesarkan partai sendiri. Pilpres adalah tentang mewujudkan cita-cita memakmurkan dan menegakkan keadilan di Indonesia. Bagi kedua partai itu prioritasnya adalah kemenangan.
Di tingkat ini kepentingan 3 partai pendukung Koalisi Perubahan tidak bisa bertemu. Demokrat jelas telah melihat kedudukan wapres sebagai hak. Maka ketika muncul pilihan lain, ia meledak.
Padahal apa yang diharapkan oleh anggota koalisi lain, sama sekali tidak bersifat subjektif. Surya Paloh tidak menolak AHY, tetapi ia berkeras AHY sebagai pilihan terakhir bila tidak ada yang lebih baik. Paloh menginginkan agar cawapres yang diusung meningkatkan potensi kemenangan koalisi.
Menurut Gatot Nurmantyo, peluang menang adalah norma koalisi yang pantas dikedepankan, norma itu memperkuat gairah juang koalisi dan relawan. Menurut sudut pandangan Surya Paloh koalisi memiliki masalah kongkrit dimana cawapres diharapkan bisa berkontribusi memberikan solusinya. Apakah masalah itu?








