Kehancuran nilai-nilai dan bangkitnya materialisme pada bangsa Indonesia, sejauh ini bukan semata karena pemimpin yang represif dan dzolim. Bukan karena kekuatan dan keperkasaan elite, melainkan karena malas, penakut dan lemahnya rakyat. Kelompok terdidik dan tercerahkan yang sedikit tak mampu membangkitkan kesadaran rakyat mayoritas. Rakyat yang bodoh, miskin dan lapar telah menjadi senjata ampuh bagi elite politik untuk terus mencabik-cabik dan memangsanya.
Tak cukup upaya perlawanan kaum sadar kritis dan perlawanan, untuk melawan penjajahan dan perbudakan modern. Sejatinya, hidup bangsa pada hari ini dan masa depan anak-cucunya turun temurun sangat ditentukan oleh keberanian dan mental baja rakyat itu sendiri. Perubahan hanya datang dari yang susah payah mencari makan, susah payah mendapat pendidikan, susah payah mendapat pelayanan kesehatan dan pelbagai kesusahan untuk kelayakan hidup. Rakyat yang terpinggirkan yang papa dan nestapa itu yang menjadi korban-korban ketamakan struktural.
Semua mungkin sudah sadar dan kini termanggu. Apa yang harus dan bisa dilakukan?. Masihkan layak rakyat menyebut dirinya sebagai warga negara?. Hidup terjajah dan menjadi budak di negara sendiri dan oleh bangsanya sendiri. Atau harus bangkit merebut kembali kemerdekaan dan kedaulatan bangsa yang telah lama hilang. Merdeka sekali lagi dan selamanya setelah sehari pada tanggal 17 Agustus 1945. Ayo, merdeka sekali lagi !!!.