Kekerasan, Baik Fisik Maupun Verbal, Tetaplah Kekerasan

oleh -27 views

Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapore

SAYA sama sekali tidak bergembira ketika menerima kabar pengeroyokan terhadap Ade Armando (AA), dosen UI dan seorang influencer media sosial. Seorang teman meneruskan video bagaimana insiden itu terjadi. Saya kira butuh beberapa waktu untuk mencernanya dan mengetahui sebab musababnya.

Banyak yang mempertanyakan, mengapa AA ada di dalam demonstrasi yang bukan ‘habitat’-nya? Menurut informasi yang saya terima AA berada di demo itu bersama-sama para aktivis Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS), sebuah organisasi dimana dia adalah inisiatornya.

Ironisnya, AA berada ditengah-tengah demo itu untuk mendukung aspirasi yang hendak disuarakan oleh para pendemo, yakni menolak amandemen konstitusi dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Namun demonstrasi ini jelas bukan “habitat” AA. Kehadirannya memancing perhatian. Orang segera mengenalinya. AA terlihat terlibat perdebatan dengan ibu-ibu. Dia diteriaki, kemudian dipukuli, dan sedihnya juga, dilucuti pakaiannya.

Ya, memang butuh waktu untuk mencerna mengapa ini semua terjadi. Kekerasan dalam demonstrasi bukan sesuatu yang aneh di negeri ini. Saya ingat bentrokan-bentrokan antara massa-aksi dengan pihak aparat keamanan pada masa Orde Baru dan sesudahnya,

No More Posts Available.

No more pages to load.