Otak di Balik Presidential Threshold 20 Persen

oleh -89 views

Jika ada tokoh yang paling berharap dengan penghapusan presidential threshold (PT) 20%, jawabannya adalah Prabowo Subianto. Selama tiga kali mencalonkan diri sebagai presiden, ia merasakan betapa sulitnya mengumpulkan 20% suara partai di DPR, yang membutuhkan koalisi besar dan dana kampanye yang tidak sedikit.

Kini, ketika Prabowo akhirnya berkuasa, apakah putusan MK ini hanya kebetulan? Atau ada hubungan tak kasat mata antara posisi politiknya dan putusan MK? Prabowo tentu tak akan secara langsung mengakui dirinya sebagai pendorong perubahan ini. Tetapi para hakim MK mungkin saja memahami “kode” dari arah politik Istana.

Dari perspektif pragmatisme kekuasaan, hakim MK mungkin merasa perlu menjaga harmoni dengan penguasa. Keputusan yang selaras dengan kepentingan presiden saat ini dapat dianggap sebagai cara untuk mempertahankan stabilitas institusional—dan mungkin juga posisi mereka sendiri. Teori ini menjelaskan bagaimana hukum bisa dipengaruhi oleh realitas politik, meskipun secara formal mereka seharusnya netral.

Baca Juga  Dimulai 10 Februari, Kuota Cek Kesehatan Gratis di Puskesmas 30 Orang Per Hari

Mari kita juga tengok sejarah. Aturan presidential threshold pada mulanya lahir dari kekhawatiran partai-partai besar terhadap hasil Pemilu 2004. Saat itu, lima pasangan calon presiden bersaing, dan yang keluar sebagai pemenang justru Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berasal dari Partai Demokrat, sebuah partai baru.

No More Posts Available.

No more pages to load.