Oleh: Julfikar Sangaji, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara
Lebih dari satu dekade terakhir raung mesin-mesin penghancur terus menggema di hampir seantero penjuru tanah dan air Kepulauan Maluku Utara. Raungan itu, tak sekadar bunyi mesin belaka, melainkan potret dari wajah kolonialisme ekstraktif yang sedang berlangsung—menjarah sumber daya alam besar-besaran.
Apesnya, pada tiap jengkal penjarahan selalu saja dibarengi dengan luka ekologi yang sulit untuk dipulihkan, termasuk terhadap warga. Kerja-kerja ini adalah kejahatan struktural yang dijalankan secara terorganisir oleh negara dan korporasi. Kini, mereka adalah bagian yang menyatu dalam kepentingan yang sama, yakni merampok sebanyak-banyaknya keuntungan.
Di saat yang sama, dalam menutupi keculasan dan ketamakan mereka, proses perampokan ini kemudian dibingkai dalam frasa atas dan demi kepentingan “pertumbuhan ekonomi maupun kemajuan ekonomi”. Kata-kata ‘pertumbuhan ekonomi’ terus didengungkan hingga menjelma layaknya mantra-mantra sihir dalam mengiringi tindakan perampasan yang mereka lakukan, penghancuran yang terjadi, hingga petaka yang menggerogoti.
Sihir “pertumbuhan ekonomi dan kemajuan ekonomi” digaungkan agar kita memaklumi setiap tindakan perampokan itu. Dengan dalil kemakmuran, kepentingan ekonomi daerah maupun ekonomi nasional, bahkan atas nama transisi energi serta solusi krisis iklim, kita diharapkan setuju dengan proyek-proyek yang sedang dan akan berlangsung ini.