Oleh: Yusuf Blegur, Kolumnis
Mega dan Anies ditantang sanggup memasuki fase “vivere pericoloso” demi menyelamatkan Indonesia dari cengkeraman oligarki dan politik dinasti.
Atmosfer politik nasional diprediksi akan mengalami turbulensi dan tumbukan di Jakarta. Pilgub Jakarta sepertinya tidak akan mengulang hasil pilpres 2024. Indonesia bisa dipastikan akan mencapai titik jenuh pada dominasi pragmatisme atas kedaulatan rakyat. Pilgub Jakarta perlahan membuka ruang bagi lahirnya perlawanan kekuatan spiritual terhadap hegemoni material. Rezim tirani mengalami antiklimaks kekuasaan, geliat perubahan tak terbendung lagi.
Adanya Megawati Soekarno Putri dan Anies Baswedan dalam realitas kekuasaan di bawah kepemimpinan Jokowi. Membuka peluang upaya melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi atas distorsi akut penyelenggaraan negara selama satu dekade ini. Pernah bersama Jokowi merajut kekuasaan, kini Mega melakukan perlawanan. Begitupun Anies Baswedan, berkali-kali menjadi bulan-bulanan kekuasaan, tetap istiqomah dalam gerakan perubahan.
Mega dan PDIP memerlukan trigger politik pada pemimpin yang bisa menjadi representasi kekuatan arus bawah. Sementara Anies harus memenuhi kebutuhan elektoral yang menopang gerakan perubahan dalam jalur konstitusional dan demokratis. Kohesifitas politik Mega dan Anies akan menjadi manuver signifikan dalam pilgub jakarta, terlebih dalam menegasikan upaya melanggengkan kekuasaan rezim Jokowi yang konspiratif