Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura
Tidak banyak dari kita yang ingat. Saat itu, selama tiga hari, Jakarta dilanda kerusuhan hebat. Kerusuhan juga terjadi secara serempak di seluruh kota-kota besar, menengah, dan kecil di seluruh Indonesia.
Jakarta adalah pusat kerusuhan. Pada hari-hari itu, telah terjadi perkosaan massal yang menargetkan perempuan etnis Tionghoa. Ini bukan perkosaan biasa. Ini perkosaan yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan dengan target yang pasti.
Tim Gabungan Pencari Fakta atas kerusuhan ini melaporkan bahwa perkosaan tidak dilakukan dengan alat kelamin laki-laki. Namun dengan memasukkan alat khusus ke dalam kelamin perempuan yang ditargetkan. Para pelaku tampaknya melakukan secara profesional — karena biasa melakukan tindakan keji itu.
Perkosaan-perkosaan semacam itu memang pernah terdengar sayup-sayup dari daerah-daerah yang mengalami kekerasan perang di negeri ini.
Anda sebagai warga negara mungkin tidak pernah menyangka bahwa sebagai bangsa kita mampu melakukan tindakan sekeji itu terhadap kemanusiaan. Namun itu benar-benar terjadi. Ratusan perempuan etnis Tionghoa yang menjadi sasaran mengalami perkosaan itu.