“Kamu berjalan-jalan bersama perempuan itu, tanpa mengajakku?”
“Jawab aku, Lucas!” tegasku.
“Ya, dan itu bukan urusanmu,” Lucas beranjak pergi dari sofa yang ia duduki.
“Berhenti, Lucas, ini belum selesai!” aku menatapnya pergi, menjauh dari kediamanku.
Hari demi hari keributan semakin tak terhentikan.
“Kamu berbohong Lucas, pembohong!” teriakku saat melihat selembar foto.
Foto Lucas sedang berada di sebuah klub dengan wanita lain.
“Sudah kubilang jangan ikut campur dengan urusanku!” ia melempar gelas kaca yang sedang ia pegang, dengan amarah yang meluap.
Lagi-lagi kamu pergi
Dan suatu hari, seseorang bilang kamu menghapus tattoo mu.
Kamu memeluk bahagia perempuan itu, membuatku sadar kalau kamu tak menyayangiku lagi.
“kamu menyayanginya?” tanyaku putus asa.
Lucas hanya mengangguk sambil menyantap roti lapisnya dengan berselera.
“Jadi, kamu bilang kamu–”
“Itu hanyalah ilusi kita di masa kecil, Jess. Hentikan, semua itu adalah omong kosong,” Lucas menghela nafas,
“Ini telah berakhir Jesslyn. Berbahagialah bersama dirimu sendiri”
Aku mengejarnya hingga ke parkiran dimana ia memarkirkan mobilnya, ditemani dengan derasnya hujan aku memohon, bahkan bertekuk lutut agar ia mendengarkanku dulu.
Terlambat, ia pergi. Selamanya meninggalkanku.