Seorang Penyiar Radio yang Membaca Sepotong Tragedi
itulah mengapa kau ingin
sekali menjadi seorang
penyiar radio
sebab ia dibekali sepotong
mulut yang mahir mengolah
beku kata-kata jadi oktaf
molekul berbunyi itu
terpental berkilometer bagai tualang
melintasi jalanan
dusun berkelak-kelok tubuh
petani yang menunggu siaran
drama radio
seperti musim-musim panen raya
begitu juga kita yang menanti
hari ketika penyiar itu menjelma
sepucuk pistol dan berat suara
sebiji peluru mendesing:
“i siha kei wasa, i rana tunu,
hunane resita, rene rerau”
napas hidup segala
lalu tahuri memetik manik-
manik mata kita hikayat
sepotong tragedi
manusia maluku dalam
tiga babak: perampasan,
kekerasan, dan
pembunuhan sejak purba
dan tidak diketahui
siapa-siapa
ingatkah kau pada kisah ini
tanya penyiar malang itu
di sela hela
lepas napas, sementara aku
sudah sehelai kabut memeluk
bukit-bukit yang menyembunyikan
raut mukamu
seperti penyiar itu, sekali waktu
kau berkata:
nasib dan maut kita telah dipahat
pada dadu ular tangga atau papan
catur mainan masa kanak-kanak
: sebuah dunia rautan ujung
krayon dan saat bocah
kita adalah penyihir ulung menyulap
hitam kain jadi putih kupu-kupu
cuma dengan sebuah kata ajaib
“bim salabim abrakadabra”
kekasihku, pada kadera kayu
jati ini aku rebahkan riwayat
hari kelam yang onak duri
oh, alangkah congkak kapal-
kapal melego sauh
dalam samar fajar orang asing
mengubah dermaga
jadi gelanggang
niato e manisa loto hatuhaha
sesudah itu perang alaka
sihala takabir loto nusa hitu
sesudah itu perang hitu
salawato e manahu lau nusa iha
sesudah itu perang amaiha
pipi korobane na emata lia luhu,
sesudah itu perang huamual
kekasihku, pada kadera kayu
jati yang biasa
kita duduk mendengar berita
harga cengkih dan kopra
atau gesit merebut gagang telepon
tentang siapa di antara kita me-
request lagu lawas 90an
dan karena ihwal itu sepotong
bara meletup dalam dada kita
yang dupa mengepul selembar
lenso seputih hujan disangkal
semua mantel dan jalanan kota
kita yang terbuat dari sisa arang
tetapi, lekas-lekas kau melarai:
unggun amarah hanya menyisakan
setumpuk abu
sia-sia bukan?
kekasihku, pada kadera kayu
jati yang masih menyimpan
aroma tubuhmu
aku duduk terhenyak di sela-
sela salak anjing dan riuh meriam
saat orang asing mengambil
segala, kita kehilangan seluruh
tapi sebetulnya siapa orang asing
itu? mereka yang datang dari ujung
benua
atau kita yang tercerabut dari ingatan
sejarah dan akar budaya?
tanya penyiar itu untuk terakhir
kalinya
setelah itu monolog padam
dari dalam radio kudengar
bunyi gelang kakimu
dan larik-larik lagu favoritmu,
Donna Donna Joan Baez
makin melankolis
“stop complaining!” said the farmer
who fold you a calt to be?
why don’t you have wings to flay whith?
lake the swallow so proud and free
======
Surat Untuk Naira
Karya: Ammar Hafid Sabban
Naira, semua pagi dari semua hari masih begini saja. Dingin yang berakar pada embun di pucuk-pucuk pala tak pernah mendefinisikan rindu. Tapi kuingat alismu mengerut, barangkali hanya sejenak kala itu, tuhan mendangkalkan Palung Banda untuk kita seberangi menaruh cinta di Binaiya.
Naira, semua siang dari semua hari masih itu-itu saja. Panas yang menghardik kesialan di bumi manusia,
— menjadi tak berdaya saat kita mencumbu kopi yang sama di Mardika.
Bibirmu masih terlekat rindu,
dan aku barangkali masih terjebak dalam kenang siang bolong itu.
Naira, semua sore dari semua hari masih sama saja.
Tak kutemui senyummu yang sabit dalam senja di antara gedung-gedung ibu kota.
Jakarta terlalu sesak menampung kesunyian.
— dan kehilangan Ra,
kehilangan tak pernah mengajarkan yang lain selain rindu.
Naira, semua malam dari semua hari telah kutanggalkan
— saat ciuman pertama kita curi di Belgika.
Dingin tanganmu adalah karang-karang di arafura, aku karam dan hanyut.
— Temui dan cintai malu-ku
Naira, jika besok telah menyerah menjadi hari ini
aku ingin kau ingat Ra.
pohon baru akan tumbuh
dari daun terakhir yang gugur.
=====
TABULI
Karya: Remzky Nikijuluw
Unu, kenyataannya waktu bagaikan Tabuli yang kau tiup, sembilu. manakala maut sudah memagut ubun-ubun. Mengawang di udara terkulai satu demi satu, kau kirim satu-satunya pesan paling lengang, bergeming seorang lelaki mengusap hati yang patah melata.
Aku meniup menghadapmu barat daya, saban hari kau menunggu di tenggara. Aku meniup untuk hidup, sebab itu aku menunggumu waktuku. Tabuli yang paling merdu, hanya kau, Unu.
Nuruwe, di satu lorong angin, ada mantra yang dirapal ulang-ulang. Bulu adalah keramat jiwa-jiwa orang mustakim. Maka dengarlah suara Tabuli pada angin yang lurus menikam telinga.
Agustus 2023.
Wildears.
Catatan: Tabuli adalah sebuah alat tiup yang terbuat dari bambu. Biasanya digunakan sebagai alat komunikasi. Menyampaikan pesan kematian, ritual dan acara-acara adat.
=====
Pamali Lingat
Karya: Bobby Tri Stevan Sopamena
dahulu
matahari memberi diri
sedekat mungkin,
dengan laki-laki
dengan perempuan.
alangkah sunyi dan permai
laut di hati nyai nyai dan
datuk datuk.
tak lupa tabweri,
yang sentosa di ujung pandangnya
gadis-gadis dirawat,
dipakaikan tenun satu badan
saban sore.
o, betapa diri mereka tulus
membagi-bagi saguer darah
dan aroma babi, teteruga, ikan-ikan
pada badan hutan lagi samudera itu.
rumah kampung tempat mereka
persembahkan kurban keluarga.
tetapi di bibir kampung itu
ada lingat yang menenun
napas orang Tanembar.
dibuang segala fana mereka
dan kenakan jubah
dari angin-angin laut.
lelaki berburu
lelaki molo-molo jao.
selepasnya,
pulang barembeng
membawa hasil tangkapan
yang hendak bermantra di muka tungku
oleh perempuan-perempuan
yang sekujur tubuh mereka
memandikan bunga rampai.
“sudah selesai.
mari mama-mama manis,
bawa perjamuan ini
bagi Ubu, bagi kaki Ubu.
mari badendang ramai
pono sujud, pono syukur,
kita menari Tnabar Vanewa
kita keku balanga, kita keku bakul.
sio kasiang, Ubu sudah lapar.
pujaan hati sudah lapar”.
“kida, kida. mari e.
mari katong koliling ub’lingat,
Katong menari Tnabar Ilaa.
katong kasih pa Ubu dolo
karena Ubu yang dulu kasih pa katong”.
“o Ubu o. Ya Ubu o.
di ub’lingat ini
mari tabaos bagi perjamuanMu”.
“ya Allah, minumlah saguer ini.
berilah hasil baik pada pohon-pohon sadapan itu,
agar bersama dengan Dikau
kami nanti meminumnya lagi
di sini, di dalam lingat”.
“ya Allah, makanlah kulit dari tulang rahang babi ini.
dan bila kami pergi ke hutan,
bantulah supaya kami berhasil dalam perburuan,
agar setelah kami pulang, Engkau di sini, dalam lingat,
menikmatinya lagi ya Allah”.
“kese, kese, mari dudu.
Katong bicara Kampong.
mari katong jadi tiang
mari katong jadi atap.
mari katong makan, supaya katong kuat
pameri kabong baru.
supaya katong kuat batanam luhur
biar jadi lingat bagi anana cucu”.
“bapa o, mama o.
katong pasti bangun benteng portugis
benteng balanda, sabadang,
untuk katong punya gadis cendrawasih
di kolong Rahan Tnebar ini”.
Ambon, 2023
======
Suatu Hari Kau Maluku
Karya: Muhammad Isya Gasko
Dalam irama tifa perjaka
Perawan-perawan menari
Tarian magis, mengundang para pelancong
“Ya Dukwai, Biarlah kami beria, biarlah kami bercinta sampai pagi”
Suatu hari kau Maluku
Epos tubuhmu yang gadihu
Pun sauh selangkanganmu
Aku ingin kita bercinta sekali lagi
Sebagai sepasang Alifuru
Yang saling menunggu dengan api
Di ranjang yang belum kita jadikan puisi.
Satu hari kau Maluku
Dalam mulut tempayang
Sepasang bibir memeluk kehausan
Setelah meriam dan peluru menikam rahimmu
Tapi dadaku tetap api kesucian itu
Memeluk nafasmu:/ merasa desahmu
Mengingatmu sebagai kekasih paling Alif:/ Uru.
Suatu hari kau Maluku
Pada matamu yang wangi fuli
Pun punggungku yang gaharu
Kita telah jatuh
Seperti pohon-pohon sagu
Tak lagi merasakan ereksi
Mampus sudah birahi
Lenyap sudah ciuman di pipi.
Suatu hari kau Maluku:/ Ri.
Jargaria, 10 Agustus 2023
Catatan kaki:
• Dukwai: Tuhan (Bahasa Dobel, Aru tengah timur)
=======
Cinta dalam Suara Ombak
Karya : Leonard Samuel Tiven
I
Niscaya dengarlah
sejatinya manusia harus tahu diri
pada hidup yang pulau.
Sebagai ombak
lautan menjadi cinta:
kala angin meniup rada sejuk
kubelai rambutnya yang teluk
murni matamu nan biru
hidupmu Sekuda dan Kakatua
lalu kukecup bibir manismu
karang dan pasir.
II
Hari terus berlalu
sekarang kita dibuat luka
sayangku, jangan takut
aku sangat mencintaimu
dari lubuk terdalam laut
kubawa pesan kepada tepi
bahasa buih sendu kalbu:
kepada tete-nene moyang
mungkinkah sebagian anak manusia
hanyalah tubuh tanpa jiwa
hilang sesat di tumpukan kemasan bekas
hanyut di selokan
terbawa derasnya hujan
hingga ke kaki sungai
terputar arus masuk dan keluar
apakah cintaku tidak berharga?
kotor mata yang biru
hidupnya tercemar
sakit hatiku
Oh, sayang
kau jangan sirna harap
aku masih setia
tak putus-putus kubawa pesan kepada tepi:
termenung atau bahagia?
tidak lama kembali
tiada rindu atau amarah
trah nyong dan nona manis sehat sentosa
namun ironis terjangkit penyakit kota
romantisme semu di badan-badan talut city of music
ngemil sambil memadu asmara-asmara palsu
sehabis itu buang teh kotak, teh gelas; cheetos
sayangku bukan tempat sampah!
sakit kian terasa
rusak sanubari
III
Tenang sayang
jangan menangis sendu
cintaku padamu besar kesadaran
sebab tak ada akhir untuk kita
entah kini dan yang akan datang
senantiasa menjadi satu
selayaknya cinta sang pencipta
untuk seluruh ciptaannya
Teluk Ambon, 02 Maret 2022
=======
Batang Sagu
Karya: Emawati Hanubun
sejak pohon sagu masih belum tempang
ia adalah metamorfosis leluhur para tetua
bayi-bayi tumang ditimang beragam mulut
nona-nona badansa dekat bara dan tungku
matahari masih paleo waktu itu
kain merah mengular di dahi mengkilap para opa
mereka duduk melingkari paparisa
hidung mana yang berani menolak aroma hangus kayu bakar?
cakalang kuah kuning memotong ombak
mereka ingin kawin lari dengan papeda di saat bulan pake payong
para-para menjelma altar untuk pantat balanga yang masih mengepul
para oma berkeringat di bawah asap yang berputar di atap
di kampung; perut ibuku tidak bersekutu dengan beras
ia hanya mencintai dan berenang di tumpukan tumang
setiap kali ayam jantan kukuruku
tubuhnya mekar menyerupai sayap maleo
lalu ayah melatih tangan ibuku di ibu kota
jari manisnya bersemayam lumbung padi
kemudian aku lahir dan membenci setiap nyanyian
tentang pohon dan batang berduri
Ambon, Agustus 2023
======
Kau Kutulis Jadi Puisi
Karya: Firman Wally
Aku menemui jejakmu yang kaku
di jalan yang diberi nama rindu
ketika malam sibuk mengubur senja
di telaga mataku
lalu kau kutulis kembali
di majalah kumpulan puisi
supaya waktu tak lebih bercahaya
melangkahi binar senyummu
Aku menulis dengan tangan
yang seringkali menyebut namamu
di tirai malam
agar riwayat pertemuan kita
tidak dilumat congkaknya waktu
Tahoku, 02 Agustus 2023
======
Gelang Langit
Karya: Abdul Wahid Rumagia
Seruncing tombak nyonya Martha
membelah lautan dada serupa tongkat Musa
aku laksana Majnun yang membusuk di kubur Layla..
Sentuhan-sentuhan selain mu adalah pedang
selain tatapan mu adalah belati tertusuk
pada hidup dan mati pun tiada guna
Gelang-gelang langit sirna
malam enggan bersua; serta
siang entah terusir kemana
Ambon, 2023.
=====
CINTA KITA SEUMPAMA PAPEDA DAN IKAN KUAH KUNING
Karya: Dean Philip Izaac
Pagi yang ditumbuhi embun ombak
Laksana detak jantung laut arafuru
Aku mengecup bibirmu yang banda neira
Sejenak kurasakan kecutnya sejarah
Pengasingan bung Hatta dan Bung Syahrir
Berdiam di istana sunyi disiksa sepi
Aku mengenang masa itu
Mataku dan Matamu bersua
Lalu bercerita tentang gunung binaya
Kabutnya teguh merawat rahasia
Siang yang riuh oleh tiupan tahuri
Matahari turun dari cakrawala nusa ina
Raut wajah mendung langkah gaba-gaba
Bumi lebih terik dari biasanya
Keringat di badan menjelma butiran api
Aku dan kamu mendekap angin
Sejuk harum panen cengkeh
Merasuk ke pembuluh darah
Hanyut kita pada rasa rujak pantai natsepa
Sukacita meledak, aku genggam jemarimu
Lekas menari di hamparan pasir putih waktu
Sore yang genit itupun tiba
Kita menyusuri jalanan kota yang basah
Dibasahi air mata insan sopi
Menggunakan motor tua peninggalan opa
Ditunggangi banyak kenangan
Romantisme cinta muda
Di atas motor kau memelukku
Sentuhanmu lahirkan madu
Katamu berbisik :
Semoga cinta kita seumpama papeda
Dan ikan kuah kuning saling melengkapi
Nikmat !
Ambon, 11 Agustus 2023
=====