19 Tahun Tidur di Pangkuan Kolonial

oleh -25 views

Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura

Kemarin dia mengeluh bahwa ia setiap hari selama hampir sepuluh tahun mencium bau kolonial. Ini karena dia menempati istana merdeka di Jakarta dan istana kepresidenan di Bogor. Keduanya adalah bangunan yang dibikin oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Saya kira, saya paham mengapa dia mengeluh. Ini adalah “keluhan strategis,” atau keluhan yang memang matang-matang dipersiapkan untuk memiliki efek politik. Begitulah cara seorang politisi berpikir.

Istana yang sedang dibangunnya itu dikritik kiri-kanan. Disamping kritik, istana itu juga mendapat banyak olok-olok. Dia berusaha untuk menanggapi olok-olok dan kritik itu hal yang sangat dangkal: nasionalisme.

Baca Juga  KPK Periksa Saksi Baru Kasus Korupsi Eks Gubernur Maluku Utara AGK

Ya, nasionalisme itu dangkal, Sodara-sodara. Ia dibangun dari remeh temeh seperti bendera, emblem, dan simbol-simbol seperti istana negara misalnya. Kadang ia juga dibangun dari hal-hal tidak jelas seperti makam pahlawan tak dikenal.

Nasionalisme itu punya semangat, punya gairah, punya emosi yang sangat kuat. Namun, mungkin sangat sedikit dari kita yang sadar bahwa nasionalisme itu adalah ideologi yang sangat miskin secara filosofis.

No More Posts Available.

No more pages to load.