Oleh: M. Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, tinggal di Surabaya
Nasionalisme kerap dijadikan jargon suci yang harus dijunjung tinggi. Namun, dalam praktiknya, nasionalisme justru menjadi alat manipulasi bagi elit penguasa untuk mempertahankan kekuasaan. Rakyat dicekoki dengan retorika cinta tanah air, sementara kebijakan yang diambil justru menguntungkan oligarki dan menyengsarakan masyarakat luas.
Gerakan #KaburAjaDulu dan #IndonesiaGelap, yang digaungkan oleh mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil, bukan sekadar keluhan emosional. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap kebijakan ekonomi dan politik yang semakin menekan rakyat. Seruan untuk bekerja di luar negeri bukan berarti kehilangan nasionalisme, tetapi sindiran keras terhadap ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja yang layak di dalam negeri. Ironisnya, tenaga kerja Indonesia di luar negeri justru menjadi penyumbang devisa terbesar kedua, sementara di dalam negeri mereka justru dipersulit dan tidak mendapat perlindungan yang layak.
Nasionalisme yang dipelintir oleh oligarki hanya menjadi candu yang meninabobokan rakyat agar tetap tunduk. Slogan-slogan patriotik dijadikan tameng untuk membungkam kritik dan menutupi kegagalan kebijakan. Namun, realitanya, sumber daya alam dijual murah kepada asing, tenaga kerja asing semakin diberi keleluasaan, sementara rakyat hanya mendapat janji-janji kosong.