Kebijakan efisiensi anggaran yang digembar-gemborkan Prabowo-Gibran justru memperparah kondisi ekonomi. Para pakar ekonomi seperti Faisal Basri dan Bhima Yudhistira menyoroti bahwa pemangkasan anggaran secara serampangan akan menghambat mobilitas ekonomi. Jika belanja negara dikurangi drastis tanpa strategi yang jelas, daya beli masyarakat akan melemah, investasi swasta akan lesu, dan sektor riil akan terhimpit. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi yang selama ini bergantung pada konsumsi domestik justru akan melambat.
Selain itu, kebijakan pemangkasan subsidi pendidikan juga menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa. Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan berbagai beasiswa yang selama ini membantu siswa miskin bersekolah terancam dihentikan. Padahal, pendidikan adalah investasi jangka panjang untuk mencetak SDM unggul, bukan beban anggaran yang bisa dikorbankan demi kepentingan politik jangka pendek.
Namun, alih-alih memperkuat ekonomi dan pendidikan, pemerintahan Prabowo-Gibran justru mengalokasikan anggaran besar untuk program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), yang hanya menjadi alat pencitraan politik. Program ini dikritik banyak ekonom karena tidak memiliki landasan fiskal yang kuat. Jika dipaksakan tanpa perhitungan yang matang, defisit anggaran akan semakin melebar dan ekonomi akan semakin tidak stabil.