Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
GEMPA politik mengguncang Indonesia. Cukup dahsyat. Membuat porak-poranda landasan koalisi, atau tepatnya dagang sapi, pencalonan presiden 2024. Dan sekaligus menghancurkan cawe-cawe Jokowi.
Pusat gempa ada di Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Keduanya sepakat menduetkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia 2024-2029.
Partai Demokrat gusar dan merasa dikhianati. Nasdem dinilai bertindak sepihak tanpa melibatkan anggota Koalisi (Perubahan dan Perbaikan) lainnya yang selama ini sepakat mendukung calon presiden Anies Baswedan.
Di lain sisi, keputusan PKB menerima duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar membuat Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) hancur, alias bubar. Penyebab utama bubarnya KKIR ini secara langsung akibat cawe-cawe Jokowi.
Pertama, Jokowi diduga menekan Golkar dan PAN (Partai Amanat Nasional) untuk bergabung ke dalam KKIR.
Tekanan terhadap Golkar terlihat jelas ketika Airlangga Hartarto, Ketua Umum Golkar, diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi kasus korupsi ekspor minyak goreng.
Tidak lama berselang, Golkar dan PAN deklarasi bergabung dengan KKIR yang mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden.