Porostimur.com, Jakarta – Aktivitas tambang nikel yang melibatkan land clearing telah membuat tutupan hutan berkurang secara drastis. Di Halmahera Tengah, misalnya, operasi tambang telah mendorong laju kehilangan tutupan hutan di wilayah itu. Global Forest Watch mencatat, sejak 2001 hingga 2023, Halmahera Tengah kehilangan 27,9 kilo hektare (kha) atau sekitar 27.900 hektare tutupan pohon, yang setara dengan penurunan 13% tutupan pohon sejak 2000, dan setara dengan pelepasan 22.4 Mt emisi CO₂e.
Sementara itu, khusus pada bukaan lahan tambang milik PT Weda Bay Nickel, salah satu perusahaan pemegang konsesi nikel terbesar di atas Pulau Halmahera, tercatat sejak 2011 hingga 2024, kehilangan tutupan hutan sudah mencapai 6.474,46 hektare. Sedangkan untuk seluruh Halmahera Tengah, luas bukaan lahan untuk tambang mencapai 21.098,24 hektare.
Kehilangan tutupan hutan telah menjadi faktor pemicu utama datangnya bencana banjir bandang yang terus menghajar wilayah Halmahera Tengah. Tercatat sepanjang 2024, banjir di wilayah Teluk Weda sudah terjadi sebanyak lima kali.
Banjir terparah pada 21-24 Agustus 2024. Air setinggi 1-3 meter menenggelamkan sejumlah desa di Halmahera Tengah yang membuat sekitar 1.670 warga dipaksa mengungsi. Desa-desa yang lumpuh akibat banjir meliputi Desa Lelilef Woebulen, Lukulamo, serta wilayah Transmigran Kobe yang mencakup Desa Woekob, Woejerana, dan Kulo Jaya di Kecamatan Weda Tengah.