Dukungan terhadap mantan presiden Trump bahkan lebih besar di kalangan pria Latin berusia 35-49 tahun, dengan 57%. Hanya 37% memilih Harris.
Ini bukan masalah baru, tetapi Partai Demokrat semakin khawatir ketika hari pemungutan suara tinggal kurang dari sebulan lagi.
“Saya pikir tidak semua orang memahami masalah serius yang kita hadapi. Ini bukan hanya pemilih laki-laki kulit hitam atau Latin, tetapi laki-laki pada umumnya. Kita tidak bisa hanya mengatakan menang karena pemilih perempuan sudah mendukungnya,” kata pakar strategi politik Partai Demokrat Christy Setzer.
Salah satu sponsor partai bahkan lebih pesimistis dengan mengatakan bahwa, Demokrat telah kehilangan kelompok pemilih laki-laki, setidaknya pada musim pemilu kali ini.
Partai Demokrat menuduh banyak pemilih laki-laki memilih Trump karena diskriminasi terhadap perempuan. Mereka dinilai tidak siap mendukung perempuan yang memegang jabatan tertinggi di negara tersebut.
“Harris mengalami kesulitan di kalangan pemilih laki-laki karena alasan yang sama seperti Hillary Clinton. Sikap misoginis serta gagasan kuno tentang siapa yang harus menjadi presiden masih ada,” kata Christy Setzer.
Clinton, kandidat dari Partai Demokrat pada pemilihan presiden tahun 2016, kalah dari Trump dengan selisih 11 poin persentase di antara pemilih laki-laki. Sementara Presiden Joe Biden dan pendahulunya memperoleh tingkat dukungan yang sama dalam kelompok ini pada tahun 2020, menurut Pew Research Center .