Pun pemilih pada umumnya tidak bisa menolak tawaran uang. Hari ini, hidup serba sulit. Dua sampai lima lembaran seratus ribu rupiah sangat berharga bagi masyarakat banyak, terutama kalangan menengah ke bawah.
Memang tidak ada jaminan uang tersebut akan berbuah coblosan. Namun, sebagaimana karakter masyarakat Indonesia pada umumnya, uang adalah bahasa lain dari semacam kontrak politik. Barang siapa yang telah menerima uang, akan merasa berutang moral kepada pemberi. Jadi memang sulit untuk dilawan.
Pippa Norris, pakar pemilihan dari Harvard University memang mensyaratkan bahwa salah satu fungsi pemilihan adalah “to kick the rascals out” alias untuk menendang para bajingan keluar dari arena pemilihan alias membuat mereka kalah.
Dengan kata lain, menempatkan kandidat-kandidat terbaik sebagai gantinya.
Namun, lagi-lagi bagaimana cara melakukan itu, karena semua kandidat mem-branding dirinya sebagai figur yang baik dan suci, melalui cara dan strategi iklan yang nyaris sulit ditolak oleh para pemilih.
Apalagi, dalam situasi sulit seperti hari ini, barang siapa yang berpura-pura menjadi malaikat dalam sehari, menebar uang dan menyetor tampang manis, pura-pura memeluk rakyat miskin, pura-pura menangis melihat penderitaan masyarakat, bahkan masuk gorong-gorong busuk sekalipun, maka secara tak sadar mereka telah menanamkan kesan baik ke dalam memori pemilih, lalu men-drive alam bawah sadar pemilih untuk meletakkannya pada prioritas pertama untuk dipilih.