Jika semua kandidat baik, maka upayakan agar yang terbaik dari yang baik tersebut yang terpilih. Lantas bagaimana menilainya?
Lakukan pula dengan penilaian sederhana. Jadikan kehidupan pribadi pemilih sebagai patokannya.
Apakah kira-kira dengan kandidat yang sama sekalipun ‘pemain’ baru akan mendatangkan kehidupan yang lebih baik bagi pemilih di masa depan, atau justru lebih buruk dibanding dengan kandidat petahana?
Atau, apakah dengan menerima kembali petahana akan membuat pemilih menjadi lebih sengsara dibanding menerima kandidat baru yang sama sekali belum berpengalaman?
Dengan kata lain, masyarakat umum memang tak membutuhkan banyak teori layaknya para pengamat dan analis politik.
Teori yang paling rill adalah berkaca kepada kehidupan pribadi pemilih saja, dikaitkan dengan siapa penguasa daerah nantinya.
Jika pilihan politik justru akan menyulitkan kehidupan pemilih ke depannya, tanpa banyak teori pun pemilih akan menolak memilih calon pemimpin tersebut. Begitu juga sebaliknya.
Artinya, pilihlah yang menurut Anda terbaik versi kepentingan pribadi Anda di masa depan, bukan hanya di mata Anda untuk sehari dua hari ke depan, karena uang Rp 200.000-Rp 500.000 toh hanya cukup di belanjakan untuk beberapa hari.