Seperti kata juru propaganda Hilter, Joseph Goebbels, jika kebohongan diceritakan secara terus menerus, maka lama kelamaan akan menjadi kebenaran.
Nah, itulah yang terjadi dengan kesan-kesan baik yang dibangun oleh para kandidat. Selama setahun atau bahkan dua tahun, rakyat di daerah dijejali dengan spanduk dan billboard sosok “malaikat” yang bisa menyelamatkan daerah di masa depan, maka para kandidat tersebut akan menjadi malaikat pada ujungnya di mata masyarakat. Begitulah rekayasa persepsi dilakukan.
Namun lepas dari itu, Pilkada merupakan agenda rutin politik yang harus dijalankan. Penguasa-penguasa di daerah tentu harus dirotasi, agar tidak terjadi penguasaan kekuasaan di tingkat lokal di satu tangan dalam kurun waktu yang lama, yang justru jauh lebih berbahaya.
Oleh karena itu, rotasi kepemimpinan daerah harus dilakukan. Legitimasi penguasa di daerah harus diperbarui, terlepas seperti apa prosesnya, karena begitulah amanat perundangan yang ada.
Untuk itu, seberapa pesimispun kita, optimisme harus diselipkan di sela-selanya, agar Pilkada serentak memang berpeluang fungsional untuk daerah lima tahun mendatang.
Logika sederhananya, jika semua kandidat buruk, maka upayakan memilih yang paling sedikit keburukannya untuk menang.