@Porostimur.com | Ambon : Untuk kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif dalam jajaran Pemerintah Kota Ambon tahun anggaran 2011 silam, penanganannya kini sudah masuk tahap penyidikan.
Sejumlah saksi, mulai dari anggota DPRD aktif hingga beberapa yang non aktif juga telah dimintai keterangan.
Penetapan tersangka dalam kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif dijajaran Pemerintah Kota Ambon Tahun 2011, tinggal menunggu dua alat bukti lagi.
Dua alat bukti berupa keterangan ahli dan dokumen hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku, akan melengkapi tahapan penyidikan, sehingga aparat kepolisian biasa menetapkan tersangka dalam kasus dimaksud.
Saat berhasil dikonfirmasi wartawan, di Ambon, Sabtu (13/10), hal ini dibenarkan Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKBP Sutrisno Hadi Santoso,S.Ik.
Jika saja kedua alat bukti dimaksud sudah dilengkapi, akunya, maka langkah selanjutnya adalah akan dilakukan gelar perkara dan penetapan tersangka.
”Bukti saat ini sudah 80 persen, tinggal sedikit lagi, tinggal keterangan ahli yang belum kita dapatkan, karena kesibukan ahli. Ahli yang digunakan dari akademisi dan ahli profesional dari Jakarta. Sementara untuk alat bukti hasil audit BPKP, sudah dilakukan ekspos dan saat ini kita masih menunggu dokumen yang merupakan hasil audit akhir,” ujarnya.
Satuan Reskrim yang dibawahinya, jelasnya, mampu mendeteksi dan menindaklanjuti 6 kasus korupsi dalam lingkup Pemerintah Kota Ambon.
Dimana, penanganan keenam kasus dimaksud dimulai dari adanya informasi masyarakat, yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan ditemukan indikasi awal dan dilakukan penyidikan.
”Saat ini ada enam kasus korupsi yang ditangani oleh Polres Ambon, semuanya aparat pemerintahan. Karena korupsi ini kadarluarsanya 12 tahun, untuk itu walaupun kasusnya sudah lama, seperti yang kita tangani sekarang ini, SPPD fiktif dan lainnya, intinya belum 12 tahun, akan kita ungkap kebenarannya dan kerugian negaranya. Dan masyarakat diminta turut membantu Polres dalam pemenuhan maupun dalam upaya melengkapi bukti-bukti untuk kita ajukan ke pengadilan nantinya,” jelasnya.
Untuk menangani sebuah kasus korupsi, tegasnya, mulai dari penyelidikan hingga penyidikan membutuhkan anggaran yang cukup besar dan memakan waktu lama.
Untuk itu, masyarakat pun dihimbaunya untuk bersabar dan turut mendoakan kerja-kerja polisi/penyidik dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi tersebut.
Ditegaskannya, pihaknya menjamin akan menuntaskan kasus tersebut dan kasus-kasus korupsi lainnya yang kini ditangani.
”Untuk SPPD, kalau ditanya kenapa lama dan kenapa berbeda dengan kasus pidana lainnya? Karena, kelengkapan alat bukti dan keterangan ahli itu yang menyita waktu. Belum lagi melibatkan beberapa maskapai penerbangan. Karena dari hasil penyelidikan ditemukan beberapa tiket yang terdiri dari beberapa maskapai, dan itu kami periksa tidak di Ambon tetapi Jakarta. Sehingga, untuk memastikan betul tiket itu sesuai dengan nama, hari, penggunaan tiketnya kemana, itu semua butuh kepastian,” tegasnya.
Ditambahkannya, pihaknya pun serius menuntaskan kasus korupsi yang ditangani, tanpa harus merasa terhalangi dengan istilah ”masuk angin” yang dikabarkan karena menerima hadiah dari oknum dan pihak tertentu.
”Ibarat kata, orang Ambon bilang tidak akan masuk angin. Karena, Polres Ambon tidak pernah menerima hadiah atau sesuatu yang berkaitan dengan penanganan kasus SPPD fiktif. Lamanya penanganan, karena harus mengetahui kerugian pasti yang ditimbulkan dari kasus ini, kita harus teliti betul berapa tiket yang fiktif, berapa yang betul digunakan. Sehingga, tidak salah dalam penanganan dan tidak berlarut-larut sehingga tidak kekurangan. Begitupun tidak bolak- balik berkasnya nanti. Bicara korupsi, sebenarnya bukan soal siapa yang paling bertanggungjawab, tetapi siapa yang terlibat, itu yang bertanggung jawab. Karena ketika terlibat, itu tidak ada korupsi kelas satu atau korupsi kelas dua dan seterusnya. Dalam kasus korupsi ada beberapa tersangka, itu statusnya sama,” pungkasnya. (keket)