Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura
Hari ini saya menulis untuk Fulcrum tentang masa transisi dalam pemerintahan. Dalam terminologi bahasa Inggris, ini disebut sebagai ‘lame duck session’ atau masa bebek lumpuh.
Mengapa disebut demikian?
Masa transisi adalah ketika lembaga eksekutif atau yudikatif sudah dipilih namun belum dilantik. Kekuasaan negara masih dijalankan oleh rezim lama, sebelum rezim baru dilantik.
Masa ini adalah masa krusial. Rezim baru menyiapkan pemerintahannya, sementara rezim lama pelan-pelan hilang dari pandangan publik.
Ada kebiasaan di mana saja di dunia, ketika masa ‘lame duck’ ini terjadi, rezim lama tidak membuat kebijakan baru. Mereka hanya meneruskan kebijakan-kebijakan lamanya sebelum rezim baru mengambil alih. Rezim baru bisa saja nanti mengubah kebijakan-kebijakan rezim lama secara drastis. Oleh karena itu, rezim lama tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan yang drastis dan substansial. Mereka seperti bebek lumpuh, yang tidak bisa berjalan, cuma tengok kiri-kanan.
Biasanya, presiden yang akan lengser akan menikmati saat-saat kekuasaannya yang terakhir dengan menjauh dari politik. Secara pelan-pelan ia akan membiarkan presiden yang baru mengambil alih perannya.