Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapore
SAYA selalu mengernyitkan dahi kalau ada orang bilang bahwa negeri ini defisit kreativitas. Mungkin yang mereka lihat adalah bahwa negeri ini tidak bisa menghasilkan super komputer. Tidak menghasilkan mesin-mesin canggih yang memanjakan hidup manusia.
Tidak, kawan! Negeri ini adalah negeri yang kaya sekali dengan kreativitas. Pernah lihat mesin pengiris (slicer) manual yang terbuat dari kayu dan pisau tipis yang diambil dari pisau cutter? Dengan mesin ini, pembuatan kripik tempe jadi lebih efisien.
Juga, saya sering masygul kalau ada yang mengatakan bahwa kewirausahaan di negeri ini sangat tipis. Tidak juga. Janganlah kau lihat kewirausahaan itu model Nadiem Makarim yang bikin GoJek atau William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison yang bikin Tokopedia.
Tapi lihatkah bagaimana telur gulung diciptakan dan menjadi bisnis kaum melata untuk bertahan hidup. Bagaimana orang-orang jelata membikin apa saja untuk bertahan hidup.
Oh, apa? Sang Gedhang dan Martabak Berkobar? … Nilailah sendiri kewirausahaan mereka. Sebab tidak mungkin pedagang Pisang Aroma atau Roti Gembong jadi walikota atau beli saham seharga ratusan milyar, yakan? Jadi, bukan. Bukan itu maksud saya. Sang Gedhang dan Martabak Berkbar itu adalah kewirausahaan yang dengan bohir yang thohir eh tajir.








