Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Pertemuan dengan delapan konglomerat Aguan, Tommy Winata, James Riadi, Prayogo Pangestu, Anthony Salim, Boy Tohir, Dato Sri Tahir, dan Franky Wijaya tanggal 6 Maret 2025 mengecewakan dan menyakiti rakyat.
Masalahnya sudah banyak elemen rakyat yang bermaksud ingin bertemu Prabowo akan tetapi tidak dikabulkan dengan berbagai alasan. Sebagian besar antaranya tanpa berita. Rakyat bukan konglomerat.
Presiden Prabowo adalah figur yang sulit ditemui rakyatnya. Terkesan sombong dan elitis. Cuma mahir omong soal kerakyatan dan pemerintahan bersih tanpa realisasi.
Rakyat ingin memberi masukan soal hubungan Prabowo dengan Jokowi, peran Wapres yang menganggap negara sebagai game zone, masalah IKN, PSN, PIK 2, penegakan hukum, efektivitas kabinet dan lainnya. Rakyat ingin membantu Prabowo.
Rakyat yang mengeluhkan peran konglomerat bagaikan pemilik negeri yang berbuat sewenang-wenang menggusur, membunuh usaha kecil, memeras pekerja dan mendominasi ekonomi.
Justru di tengah keluhan itu secara demonstratif Prabowo menerima rombongan tersebut. Rakyat sakit hati pada pilihan dan gaya kepemimpinan oligarkis Prabowo.
Prabowo memang bukan Presiden yang layak dibantu rakyat, ia hanya butuh bantuan konglomerat. Rezim Prabowo sama saja dengan Jokowi bahwa semua berorientasi materi baik bisnis, investasi, dan bantuan luar negeri. Pemilik modal adalah sahabat dan tempat bergantung diri. Ujungnya Prabowo pasti dikangkangi.