Ketika mengetahui bahwa Bilal bin Rabah telah berbaiat kepada Rasulullah SAW, amarah Umayyah meledak. Dengan penuh kebencian, ia menyeret Bilal ke tengah padang pasir yang panas membara dan memaksanya untuk meninggalkan keimanannya.
Namun, Bilal tetap teguh pada tauhidnya sehingga Umayyah memerintahkan para algojonya untuk meletakkan batu besar di atas tubuh Bilal. Ia ingin melihat budaknya itu menyerah dan kembali menyembah berhala, namun yang keluar dari mulut Bilal justru kalimat tauhid, “Ahad… Ahad…”.
Hari demi hari berlalu, penyiksaan terus dilakukan. Namun, keteguhan Bilal membuat beberapa orang Quraisy merasa iba.
Para ajudan Umayyah sendiri mulai membujuknya agar menghentikan siksaan itu, tetapi Umayyah tidak peduli. Baginya, tidak ada tempat bagi Islam dalam lingkaran kekuasaannya. Namun, kezaliman Umayyah akhirnya terhenti ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq datang dan menawar Bilal dengan harga tebusan.
Singkat cerita, Bilal bin Rabah menemukan bekas majikannya di tengah medan perang badar. Sosok yang dulu menyiksanya dengan kejam kini berdiri dalam ketakutan.
Tatapan tajam Bilal yang penuh amarah membuat Umayyah gemetar. Dalam kepanikan, ia bergegas meminta perlindungan kepada sahabat Rasulullah SAW, Abdurrahman bin Auf, yang pernah menjadi teman baiknya di Makkah.