Oleh: Yusuf Blegur, Kolumnis
Dalam bahasa awam bisa dibilang, Kemenangan Prabowo sebagai presiden telah dicuri Jokowi dalam pilpres 2014 dan 2019. Kini Prabowo mencuri jabatan presiden dari Anies Baswedan dalam pilpres 2024. Kehilangan sekaligus mengambil hak orang lain, seperti membuat dharma dan karma Prabowo?
Sebagai presiden terpilih, sosok Prabowo masih dibekap catatan hitam masa lalunya. Stigma kejahatan HAM serta keraguan akan nasionalisme dan patriotisme, masih melekat kuat dalam dirinya.
Pun, pilpres 2024 yang mengantarnya menjadi orang nomor satu di republik ini, tetap menjadi polemik pada legalitas dan legitimasinya, setidaknya membelah opini publik. Sedangkan Gibran Rakabumi Raka yang menjadi wapres pendampingnya, terus melemahkan kepemimpinan sekaligus menjadi beban politik dan hukum Prabowo sepanjang jabatan presiden yang diembannya.
Gibran menjadi satu-satunya titik lemah Prabowo, selain menjadi representasi dari kekuatan konspirasi Jokowi dan oligarki. Wapres yang sering dijuluki Fufufafa, Asam Sulfat dan Belimbing Sayur itu, nyata-nyata kerap merongrong kehormatan dan kewibawaan Prabowo sebagai presiden.
Planga-plongo, penampilan sakau, kelangkaan intelektualitas dan kemampuan dialektis serta beragam penampilan karakter minus lainnya. Dengan performa seperti itu, Gibran sebagai wapres berkontribusi dan intens menggerus etika, moral dan hukum. Bukan saja memengaruhi kelembagaan kepresidenan, lebih dari itu menjadi momok dan preseden buruk bagi proses kehidupan berbangsa dan bernegara.








