Setelah waktu berlalu, Rasulullah SAW akhirnya menerima keislamannya dan bersabda, “Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Abu Sufyan.”
Mendengar itu, Abu Sufyan meminta diajarkan wudhu dan shalat, lalu dengan penuh ketulusan ia menjadi seorang muslim yang taat dan pelindung Rasulullah.
Sejak saat itu, Abu Sufyan mengisi hari-harinya dengan ibadah dan jihad demi menebus masa lalunya. Dalam berbagai peperangan setelah penaklukan Makkah, ia selalu hadir mendampingi Rasulullah.
Pada Perang Hunain, Abu Sufyan tidak meninggalkan Rasulullah SAW sedikit pun. Dengan tangan kirinya ia menggenggam kendali kuda Nabi, sementara tangan kanannya menghunus pedang untuk menangkis serangan musuh hingga kaum muslimin meraih kemenangan.
Usai pertempuran, Rasulullah melihat seorang mukmin yang sejak awal tidak bergeser dari sisinya. Beliau lalu berkata, “Siapakah ini? Oh, saudaraku Abu Sufyan bin Harits! Aku telah meridhaimu, dan Allah telah mengampuni dosa-dosamu.”
Ucapan itu membuat hati Abu Sufyan dipenuhi kebahagiaan dan semangatnya kembali berkobar. Ia pun kembali berjuang bersama kaum muslimin mengejar sisa-sisa pasukan musuh.
Sejak peristiwa itu, Abu Sufyan benar-benar merasakan nikmat iman dan ridha Allah. Ia hidup dengan penuh kesederhanaan, memperbanyak ibadah, menekuni Al-Qur’an, serta menjauhi segala gemerlap dunia.