PENDAKI
(Sutan Marsida)
di angan, aku ingin
tubuhmu yang dingin
agar kucium angin
pada bibir edelweis
di sekujur kenangan
gunung-gunung biru
angan dan ingin
tuntun aku padamu
aku cium satu fosil
jejak-jejak purba
sidik jari tuhan
tatkala ia mendaki
Ambon, 16 Februari 2025
=========
SETELAH SITI MAHABBAH MATI
sebutir senyum tumpah
basahi nisan kayu bertulis nama
ina sayang: siti mahabbah
wangi daun pandan tercium
tiada satupun saksi mata
di jalan raya paling rahasia
tatkala seribu bunga bernyanyi
pada pendakian menuju pulang
bagaimanapun, ia gugup mengayun
sekalipun malaikat menuntun
kian gugup melihat satu wajah
seperti lukisan di dinding gereja
“namaku siti mahabbah
pedagang kaki lima
di pasar rempah-rempah
mardika-batumerah,” lega bisa bicara
tidak berani ia tatap sinar salju
di harapan mata lelaki asing itu
sedikit ingat, wajah itu sekilas
ada di tripleks natal dan paskah
lelaki itu mengangguk
lelaki itu maju selangkah
lelaki itu ulurkan senyum
lelaki itu bilang: tabea
“kita berkali-kali bertemu
di kotamu yang manis
kita sangat akrab
ale banyak tolong beta,” kata lelaki itu
“jangan marah beta”
beta tidak akrab
lahirku sampai matiku
beta bukan pemeluk…” ucapannya terpotong
“siti mahabbah
perempuan manise
mari, masuk jua
tempatmu di sini,” lelaki itu beri isyarat jari