Penjaga Pintu Kudus

oleh -0 views

Oleh: Yudi Latif, Pemikir Kebangsaan dan Kenegaraan

Saudaraku, di jantung Yerusalem Tua, di antara lorong-lorong batu yang telah menyerap doa dan darah beribu tahun, berdirilah Gereja Makam Kudus (Holy Sepulchre)—tempat di mana umat Kristen percaya Kristus dimakamkan dan bangkit kembali. Batu-batunya lembap oleh waktu, udaranya berat oleh ziarah dan tangisan. Di sini, sejarah tak pernah benar-benar berakhir; ia hanya berputar dalam lingkar kesetiaan dan luka.

Namun, di tengah tempat yang menjadi lambang iman Kristen itu, dua keluarga Muslim memegang satu amanat suci selama delapan abad: menjaga pintu gereja ini. Sejak abad ke-12, setelah pasukan Salahuddin al-Ayyubi merebut kembali Yerusalem dari tangan Perang Salib, timbul satu kebijaksanaan yang melampaui zaman. Untuk mencegah perebutan dan sengketa antarsekte Kristen yang kerap bersaing memegang kunci gereja, Salahuddin mempercayakan amanah itu kepada dua keluarga Muslim: Nuseibeh dan Joudeh — keluarga yang dikenal jujur, terhormat, dan netral. Sejak saat itu, dari tangan ke tangan, dari ayah ke anak, kunci itu berpindah dengan doa dan tanggung jawab.

Setiap pagi, keluarga Joudeh membawa kunci besi besar yang telah berabad usianya, menyerahkannya kepada keluarga Nuseibeh untuk membuka pintu kayu berat gereja itu. Saat pintu berderit perlahan, dunia seakan diajak belajar kembali tentang makna koeksistensi. Tentang bagaimana sejarah bisa dijaga tanpa saling menguasai; tentang bagaimana iman bisa menjadi jembatan, bukan jurang.

No More Posts Available.

No more pages to load.