Menurut Ashabul, penggunaan visa non-haji berdampak buruk pada penyelenggaraan haji, kareba akan melebihi kapasitas di Arafah dan Mina. “Jika jemaah sudah overcapacity (melebihi kapasitas), akan mengganggu kenyamanan, ketertiban, dan bahkan keselamatan jemaah,” ucapnya.
Ia mencontohkan pada 2023 tenda di Mina yang seharusnya diisi 200 orang, diisi hingga 400 jemaah yang tidak menggunakan visa haji. “Ini membuat Kementerian Agama terlihat bertanggung jawab atas kekacauan tersebut, padahal ini ulah oknum-oknum,” ucap Ashabul.
Untuk memasuki Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), tambah dia, jemaah haji harus memiliki tasrih (surat izin). Menurut Ashabul, banyaknya jemaah visa non-haji yang memiliki tasrih ini menunjukkan adanya pihak-pihak berwenang yang membantu mereka secara ilegal.
Di sisi lain, dia mengatakan masalah ini muncul akibat tingginya animo umat Islam di Indonesia untuk berhaji dan lamanya masa tunggu. “Karena antrean panjang hingga 40 tahun, muncullah upaya-upaya lain untuk berhaji dengan visa non-haji,” katanya.
Kronologi 203 jemaah Sidrap ditangkap
Sebelumnya sebanyak 203 jemaah calon haji asal Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel), ditangkap di Jeddah saat memasuki Makkah untuk melaksanakan puncak haji. Akibatnya, mereka gagal melaksanakan wukuf di Arafah hingga lempar jamrah di Mina.