Porostimur.com | Fak Fak: Kepolisian Resort (Polres) Fakfak, meringkus dua orang pelaku eksploitasi anak di bawah umur berinisial M dan T yang bertugas sebagai perekrut serta penampung hingga dipekerjakan sebagai pramuria.
Kasat Reskrim Polres Fakfak, Iptu Hamdan Samudro, mengatakan awalnya pihak kepolisian mendapatkan informasi dari masyarakat tentang adanya praktek eksploitasi terhadap anak di bawah umur.
“Berkaitan dengan eksploitasi anak di bawah umur berinisial IGH (17),” ujar Samudro, seperti dilansir dari TribunPapuaBarat.com, Senin (2/8/2021).
Dengan informasi tersebut, pihaknya melakukan penyelidikan dan mengamankan korban.
“Berdasarkan hasil gelar perkara, diketahui kedua tersangka berinisial M dan T, diduga kuat telah melakukan tindak pidana perdagangan orang,” tuturnya.
Ia menjelaskan, kedua tersangka telah melanggar Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau UU Perlindungan Anak.
Samudro mengaku, berdasarkan pengakuan korban IGH diajak dari Ambon, ke Fakfak, dengan janji untuk diberikan pekerjaan.
“Saat tiba di Fakfak, korban ditampung di Kafe Barcelona. Dia sempat kaget karena harus dipekerjakan sebagai pramuria,” bebernya.
“Korban memperjelas dirinya baru berusia 17 tahun, namun tersangka malah menyodorkan kontrak kerja untuk mengubah identitas nama,” ungkapnya.
Langkah tersebut, sengaja dibuat untuk mengelabui pengecekan dari pihak kepolisian.
“Dia juga dipaksa untuk melayani tamu, jika korban menolak maka akan dikenakan sanksi oleh pihak kafe menjadi hutang bagi korban,” tuturnya.
Berdasarkan pemeriksaan, Samudro mengungkap, sudah terjadi eksploitasi seksual kepada korban.
“Dia dibayar sebesar Rp 1 juta, dan pihak tersangka memotong sebesar Rp500.000,” kata Samudro.
“Korban sempat menolak juga, namun diancam akan dikenakan cas kembali dan dihitung menjadi hutang,” ujarnya.
Samudro menjelaskan, kedua tersangka tersebut tidak mempunyai hubungan keluarga dengan korban.
“Tersangka T berfungsi sebagai perekrut, dan M yang membiayai, tampung dan hingga ke eksploitasi. Semuanya menggunakan kamar tersangka M,” ungkapnya.
Selain itu, pihaknya sedang melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut.
“Karena tersangka T juga membawa orang berinisial Z juga. Sehingga kita akan kembangkan,” ucapnya.
Keluarga di Ambon Tidak Tahu
Tak hanya itu, Samudro juga mengaku, sejak korban IGH keluar dari Ambon ke Fakfak, keluarganya pun tidak tahu.
“Berdasarkan konfirmasi dari masyarakat, pihak keluarga sempat mencari-cari anaknya, akhirnya terhubung dengan kami,” ujarnya.
Dari penjelasan keluarga, mengaku anaknya keluar dari Ambon tanpa sepengetahuan mereka.
“Kita akan melakukan tindakan dari keterangan dari orang tua,” imbuhnya.
Atas perbuatan itu, dua orang tersangka terancam Pasal 2 ayat (1) UU nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Atau Pasal 76I Jo Pasal 88 UU nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Ancaman pidana 10 (sepuluh) tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 200 Juta.
(red/tribunnews)