Pemilu 2024 di Maluku Masih Sekadar Ritual Politik

oleh -333 views

Oleh: Bito Temmar, Politisi Senior

Performa pemerintahan lokal di bawah ekspektasi publik seperti yang kita saksikan dalam lima tahun terakhir ini di Maluku, sesungguhnya menyiratkan suatu imperatif etis bahwa event politik — Pemilu 2024 — terbesar dan termahal itu kelak menjadi titik anjak baru dalam rangka memecahkan pelik persoalan negeri yang sejujurnya sudah menghardik manusia dan martabatnya. 

Sayangnya politik di negeri kita yang telah lama mengalami distorsi ugal-ugalan, menyimpang dari raison d’ etre-nya sebagai realisasi wisdom (kebajikan), menjadikan pileg dan pilkada termasuk pada pemilu 2024 yang akan datang hanyalah lapangan mata pencaharian bagi setiap warga yang secara formal-administratif memenuhi persyaratan.

Tengok saja proses rekrutmen caleg atau person yang ingin berburu jabatan kepala daerah. Performa buruk pemerintahan di seluruh Maluku dalam lima tahun terakhir ini, harusnya membuat para incumbent berkaca. Tapi rupanya selama ini lupa menyediakan tempat untuk merasa malu, nyaris semuanya tetap maju tak gentar. Sikut menyikut dalam urusan pencalegan tidak dapat dihindari. Case Ibu Widya Murad Ismail dapat disebut sebagai misal dari kerasnya sikut menyikut itu.

Tak sekadar itu. Cukup banyak pendatang baru potensial hijrah dari satu partai ke partai lain, karena dianggap berpotensi meraih suara lebih banyak dari incumbent yang masih bermimpi meraih suara terbanyak dari caleg lain dalam daftar caleg pada dapilnya.

Baca Juga  Top! Mohamed Salah 200 Gol di Liverpool

Itu juga yang menyebabkan pada hampir semua partai, masih kental praktik lama dominasi caleg yang dalam kalkulasi hanyalah pengumpul suara bagi caleg incumbent atau yang benar-benar potensial.

Di pihak lain, para incumbent kepala daerah/wakil kepala daerah yang walau pun tidak mencatat prestasi yang berarti dalam perbaikan keadaan negeri ini sudah mulai pasang aksi melalui pamer iklan dan merajut net working menjangkau semua wilayah. Tak kalah sengitnya, para pendatang baru pun nimbrung juga dengan pola yang sama. 

Sangat disayangkan semakin dekat dengan pelaksanaan pileg dan pilkada, tak banyak terendus promosi ide atau gagasan mengenai hari depan negeri ini. Tak ada yang memetakan problem utama negeri sebagai dasar mengembangkan ide dan anatomi derivatifnya.

Baca Juga  Proyek Gas Rp324 T Disetujui, RI Minta Inpex Segera Eksekusi!

Mereka yang ancang-ancang menominasikan diri sebagai kepala daerah, yang incumbent hanyalah menggemakan periode kedua dan sedikit pun tidak bergeming dengan apa prestasi yang telah dianyam selama ini. Sementara pendatang baru sibuk dengan tag line melankolis “hadir untuk mengabdi bagi negeri”? dan sebagainya. 

Sepinya promosi dan kontestasi gagasan mengenai perbaikan hari depan negeri yang pro emansipasi kemanusiaan yang sudah lama terhardik, tak mungkin menjadi agenda politik pada saat masa kampanye yang akan datang. Selain karena limitasi waktu kampanye yang begitu berbatas, pilpres sebagai mainstream issues sudah pasti membenamkan issu-issu lokal betapa pun jauh lebih penting dan mendesak.

Selain itu, buruknya literasi sebagian besar incumbent terutama yang berhubungan dengan tata pemerintahan, otonomi daerah, pembangunan, kebijakan publik, dan sebagainya di satu pihak dan pendatang baru potensial dengan akumulasi pengetahuan yang memadai tapi belum banyak berpengalaman dalam dunia “persilatan politik” dan persediaan logistik yang jauh dari ukuran memadai: pada pihak lainnya, praktis membentuk mileu persaingan untuk mendulang suara ketimbang mempromosikan gagasan dan mendebatkan derivatifnya sebagai saya tarik dan basis bagi rakyat untuk memilih secara rasional. 

Baca Juga  Dari Rahim Ikan Fufu dan Puisi-puisi lain Mansyur Armain

Sebagai demikian, dalam kalkulasi rasional, pileg dan pilkada di Maluku tidak mungkin membangkitkan optimisme bahwa kelak menjadi entry point untuk membayangkan pasca pemilu 2024, Maluku menemukan vitalitas baru untuk memecahkan pelik persoalan yang terus menggunung.

Rasa-rasanya lima tahun di depan kita masih akan menyaksikan buruk performa pemerintahan pada semua level dan aras di negeri seribu pulau ini. Sekiranya pileg dan pilkada akhirnya mengeliminsi peluang pendatang baru yang sebagiannya memenuhi standar etikabilitas publik dan kapabilitas personal, tak akan banyak menolong kita beranjak jauh keluar dari status quo politik sebagai ritual lima tahunan. 

Maluku sayang, Maluku malang.

No More Posts Available.

No more pages to load.