EASTERLIN PARADOX “Kaya tidak Identik dengan Bahagia”

oleh -16 views

Oleh: Hamid Basyaib, Aktivis dan Mantan Wartawan

Sejak kecil kita diajari satu rumus sederhana: kerja keras → dapat uang → beli barang → hidup bahagia. Rumus ini melekat dalam logika publik, dalam kampanye politik, dalam kebijakan negara.

Negara-negara berlomba memompa angka Produk Domestik Bruto (PDB), sementara individu terus memburu promosi, bonus, dan saldo rekening yang kian tebal. Namun, dengan semua itu, apakah kita benar-benar lebih bahagia?

Jawaban mengejutkan datang bukan dari filosof atau agamawan, tapi dari seorang ekonom, Richard Easterlin. Pada 1974, ia mempublikasikan temuan yang kelak menjadi bom waktu dalam ilmu ekonomi: bahwa peningkatan pendapatan nasional tidak otomatis meningkatkan tingkat kebahagiaan rata-rata masyarakat.

Temuan ini kemudian mashur sebagai “Easterlin Paradox” — sebuah paradoks yang mengguncang keyakinan dasar kita: bahwa lebih kaya belum tentu lebih bahagia.

***

Easterlin bukan aktivis spiritual atau tokoh anti-kapitalis. Ia ekonom mapan, lulusan University of Pennsylvania dan Stanford, yang mencermati demografi dan kesejahteraan manusia.

Dalam esai terkenalnya “Does Economic Growth Improve the Human Lot?”, ia menggali hubungan antara pendapatan dan kebahagiaan berdasarkan data lintas negara.

No More Posts Available.

No more pages to load.