Oleh: M. Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi tinggal di Surabaya
Di atas kertas, Prabowo Subianto adalah presiden terpilih yang dilantik pada Oktober 2024. Namun, dalam praktiknya, kekuasaannya masih dibayangi oleh bayang-bayang presiden sebelumnya, Joko Widodo. Fenomena ini terlihat jelas dalam sikap beberapa menteri di kabinetnya, yang secara terang-terangan menunjukkan loyalitas ganda—mereka tunduk kepada Prabowo, tetapi dengan syarat perintahnya tidak bertentangan dengan keinginan Jokowi.
Ada banyak kasus yang menunjukkan betapa kuatnya cengkeraman Jokowi terhadap kebijakan pemerintahan mendatang, mulai dari proyek pagar laut di utara Jawa, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga subsidi LPG 3 kg. Kebijakan-kebijakan ini seharusnya menjadi kewenangan penuh Prabowo sebagai presiden baru, tetapi nyatanya, para menteri lebih memilih mengikuti garis kebijakan lama yang ditetapkan oleh Jokowi.
Kasus Pagar Laut: Kebijakan yang Dipaksakan?
Proyek pagar laut di utara Jawa, yang disebut sebagai solusi mengatasi abrasi dan rob, menjadi contoh pertama bagaimana kebijakan lama masih mencengkeram para pejabat di kabinet Prabowo. Proyek ini diinisiasi di era Jokowi dan mendapatkan banyak kritik, baik dari segi efektivitas maupun dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat pesisir. Namun, alih-alih dikaji ulang atau dihentikan, proyek ini justru tetap berjalan di bawah pengawasan kementerian terkait. Hal yang sama juga terjadi perubahan PIK 2 menjadi PSN.