Oleh: A. Malik Ibrahim, Politisi dan penulis
SELALU dalam setiap saat kita gemar berkelit. Kemudian berbohong lagi. Masih bertengkar lagi. Terus ber-ghibah lagi. Semua orang terlibat dalam bualan, dusta, gunjingan, kekejian, perkataan kasar, pertengkaran danperdebatan. Dan siklusnya tetap saling menjegal lagi.
Puasa adalah perjalanan ruhani yang penuh berkah. Madrasah kesehatan yang mulia. Puasa juga merupakan latihan hati untuk bersabar. Ia juga berfungsi membersihkan tubuh dari bakteri, kotoran dan memberi keseimbangan tubuh bagi gizi yang baik. Oleh sebab itu disebutkan dalam sebuah hadits, “Puasa adalah separuh kesabaran. ”(HR. Turmudzi dan Ibnu Majah)”.
Dengan berpuasa manusia dapat menyurutkan “ke-aku-annya. ”Karena puasa adalah ibadah yang menyangkut jiwa, kalbu dan akal-budi manusia. Artinya sebagai manusia, kita diajari bagaimana menata kalbu sebagai pusat kehendak dan sistem pengendalian diri. Dan terhadap misteri puasa, orang hanya bisa menimba secara transedental pada hati. Demikian, ia disebut juga shadr (dada), qalbu (hati bagian dalam), fuad (hati yang lebih dalam) dan lubb (hati yang terdalam), merupakan tempat manusia mendengar suara hati yang paling jujur.
Puasa memberi kita perspektif untuk menaklukan egoisme, sombong, hasad, adu domba dan bakhil. Seperti cerita Nabi Musa, yang oleh pengikutnya meminta agar Musa berdoa kiranya Allah mau datang menemui mereka. Tiga hari berlalu, Nabi Musa dan kaumnya menunggu dengan harap-harap cemas.
Sayangnya, Allah tidak datang juga. Maka, sekali lagi atas desakan kaumnya Nabi Musa berdoa kepada Allah. “Ya Allah, Engkau berjanji akan datang, tetapi tiga hari telah berlalu, Engkau belum datang-datang juga”(Bagir, 2013).