Secangkir Kopi Kerinduan

oleh -76 views

Cerpen Karya: Sega Dwi Ayu Pradista

Sesekali biarlah aku sembunyikan kerinduanku pada secangkir kopi pekat. Dalam sunyi, hitam dan beraromakan doa untukmu.

Jam berbunyi tepat pukul 00.00 wib. Kebetulan malam itu suasana terasa sepi, rembulan memancarkan sinarnya begitu terang, angin malam pun berhembus menjadikan suasana terasa dingin. Entah malam itu fikiran Helga melayang-layang kemana? Batinya terasa tidak enak.

Tiba-tiba ia mendengar suara montor yang berhenti didepan rumahnya, tak lama kemudian terdengar suara seseorang mengetuk pintu rumahnya dengan perlahan, “Tok… tok.. tok…”
“Assalamualaikum” sambil mengetuk pintu.
Mendengar suara itu ia takut membukakan pintu, ia memanggilkan kedua orangtuanya, akhirnya ayahnya yang membuka pintu itu.

“Assalamualaikum, Helga ada pak? Saya Daniel teman sekolah Helga, bisa saya bertemu Helga?”
“Waalaikumsalam, Helga ada. Kebetulan ia belum tidur” jawab ayahnya.
Raut wajah ayahnya terlihat kebingungan tiba-tiba ada seorang anak laki-laki datang ke rumah di malam hari yang buta dan belum pernah dikenalnya. Mendengar suara itu, ia bergegas keluar kamar untuk menemui Daniel. Ayahnya pun meninggalkan mereka untuk mengobrol berdua.

Sebelum mereka mengobrol, ia menghidangkan secangkir kopi panas. Ia juga bingung ada hal apa sampai-sampai Daniel datang ke rumahnya di tengah malam yang buta seperti ini dan kenapa tidak menunggu esok hari di sekolah?
Tanpa berbasa-basi Daniel segera berterus terang.

“Helga, sebenarnya tujuan kedatanganku ke gubuk tua ini ialah aku ingin berpamitan karena aku ingin pulang ke istana untuk selamanya” ujar Daniel sambil menatap matanya.
Awalnya ia hanya menganggap semua itu hanya bercanda saja.
Kemungkinan, Daniel mungkin datang ke rumahnya ingin mengambil handphone yang ia bawa karena ketinggalan di sekolah tadi pagi.
Helga tertawa.
Dan, Daniel menatapnya dengan diam yang penuh arti.

“Hhhhh… Sudah-sudah kawan, jangan bercanda! Ini tidak lucu ya. Ini sudah malam. Ini handphone kau yang ketinggalan di sekolah tadi” jawabnya sambil tertawa.
“Aku tak bercanda, malam ini aku akan benar-benar pulang. Ini semua bajuku sudah kubawa, aku meminta maaf atas kesalahanku padamu dan mungkin juga kepada orangtuamu” Jawab Daniel sambil memperlihatkan isi tasnya.
Seketika itu air matanya tak bisa dibendung, mulutnya pun diam kaku membisu.

“Kau ingin meninggalkan semuanya? Bagaimana untuk impian kita? Akankah itu pudar?” tanyanya dengan suara lirih.
“Raja dan ratu telah menyuruhku pulang ke istana, mereka lekas tua. Mereka ingin aku menemani di masa tuanya, karena aku satu-satunya penerus tahta kerajaan” jawab Daniel.
Helga ialah perempuan yang keras, seketika itu ia membentak Daniel untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
“Bohong. Kau pembohong. Jelaskan maksud semua ini di hadapanku semuanya”

Ia meneguk aroma kenikmatan secangkir kopi.
Daniel berkisah. Menjelaskan semua yang terjadi.
“Sejujurnya, aku tak sanggup mempunyai teman seperti intan yang suka mencari muka kepadaku. Aku jijik melihatnya, padahal dia baru masuk 1 bulan di sekolah kita tapi dia sudah menghancurkan semuanya. Kita pun sering bertengkar hanya karena salah faham, semoga keputusanku untuk pulang ke istana ini benar-benar yang terbaik”
Kulihat, matanya berkaca-kaca.

“Apa ini keputusan yang tepat?”, tanyanya.
“Iya, aku rasa ini sudah benar-benar tepat. Tapi tenanglah, kita masih bisa seperti dulu” jawab Daniel.
Ia hanya diam, raut wajahnya berubah menjadi merah padam..

Malam sudah terlalu larut, secangir kopi itu pun telah habis diteguk. Jam menunjukkan pukul 01.00 Wib, Daniel segera berpamitan dengannya dan kedua orangtuanya. Ia iringi setiap langkah kepergian Daniel dengan tetesan air mata. Sungguh, perpisahan itu sangat memberatkan baginya dan Daniel. Akan tetapi, seperti itulah kehendak sang ilahii robbii.

Dibawah sinar rembulan mereka saling menatapi perpisahan itu. Sebelum pulang Daniel memberikan handphone yang dibawanya saat ketinggalan di sekolah itu untuk kado perpisahan mereka.
Daniel bergegas pulang.

Seminggu telah berlalu. Tampak ia masih termenung dan ring meneteskan air mata ketika mengingat Daniel. Baginya, sosok Daniel ialah seorang sahabat yang baik, taat beribadah, pengertian dan dia laki-laki yang paling sabar menghadapi sifatnya yang keras itu.

Pukul 22.10 handphonenya tiba-tiba berbunyi.
“Assalamualaikum wr.wb Helga, udah tidur ya? Ini aku Daniel, mau memberi kabar. Aku sudah di istana. Jangan sedih ya..” whatsapp dari Daniel.
“Waalaikumsalam wr.wb ”
“Kau tau malam ini rembulan bercerita padaku, ia berkata cahayanya begitu redup. Langit pun begitu hitam layaknya secangkir kopi kerinduan itu” ujar Daniel.
“Lantas?”
“Aku sedikit berbincang dengan rembulan, disaksikan oleh gemetap bintang bahwa aku akan segera datang untuk menemui permaisuriku dan meminum secangkir kopi kerinduan itu di gubuk tua”

Waktu terus berjalan!
Tepat pada 1 tahun, Daniel tak kunjung datang. Sekedar mengirimkan pesan pun tak pernah. Rasanya kini secangkir kopi itu telah dingin, hambar tak semanis dulu. Mungkin Daniel telah lupa akan rasa secangkir kopi kerinduan itu.

Suatu saat Daniel kembali mengabari lewat whatsapp.
“Kini aku di istana telah dijodohkan oleh raja dan ratu, lantas bagaimana dengan permaisuriku di gubuk tua?”
Membaca pesan itu, hatinya seperti tertusuk belati. Sakit dan sangat perih, tapi tak mengapa asalkan Daniel bahagia ia rela melepaskan untuk permaisuri lainnya yang akan menikah dengan Daniel. Semenjak itulah ia mulai menghapus segala memori indah yang mereka lalui bersama, 99? kenangan indah itu hampir ia lupakan dari ingatannya. Tapi setelah 3 tahun Daniel kembali, seolah-olah seperti awal mereka berjumpa, seperti halnya secangkir kopi panas yang manis menyembunyikan pahitnya.

Lagi-lagi Daniel kembali memberi pesan singkat.
“Permaisuri, apakah masih ada lowongan cinta dihatimu? Jika masih ada aku ingin melamarnya disana. Karena aku rindu dengan suasana gubuk tua, secangkir kopi dan janji kita yang disaksikan rembulan di tengah malam yang buta waktu itu”, whatsapp Daniel dengan emoticon love.
“Bukankah, kau sudah di istana raja dengan permaisurimu?” tanyanya.
“Ia tidak mencintaiku, ia mencintai pangeran di seberang istanaku”
“Maaf sekarang ini pintu perbatasan istana telah melarangnya, sang Maha Kuasa telah memutar balikkan restu orangtuaku. Restu itu bersamaan pudar dengan rasa cinta ini, cinta ini telah hambar terbawa angin”, jawabnya.
“Lantas, bagaimana dengan kita, Secangkir kopi kerinduan, gubuk tua dan janji kita yang disaksikan rembulan malam?” tanya Daniel dengan emoticon sedih.
“Lupakan semua itu, mungkin sebatas sahabat atau saudara lebih baik daripada bercinta tapi dengan berakhir luka. Biarkan skenario allah swt yang akan menjawabnya” tegasnya.
“Tapi apakah sang pangeran masih boleh jika berkunjung ke gubuk tua itu dan menikmati secangkir kopi kerinduan kembali?”
“Silahkan, dengan senang hati”

Akhirnya, ia memutuskan untuk sekarang ini hanya sebatas sahabat. Biarlah waktu yang menjawabnya, karena jika sudah berjodoh Allah swt akan mempertemukan dalam ikatan yang suci. Dan, setiap 1 tahun sekali Daniel selalu berkunjung ke gubuk tua itu untuk menikmati secangkir kopi kerinduan. Walau rasanya semua itu hanya sebatas persahabatan.

Tahun telah berganti tahun, dengan seiring berjalanya waktu ia mulai menata hati yang dulu koyak. Hatinya yang gugur telah bersemi kembali tanpa cinta, biarlah cinta itu datang dengan sendirinya, ia yakin bahwa rencana allah swt lebih indah dari rencananya. Ia memilih untuk fokus untuk meraih cita-cita dan segala impiannya tanpa ada ikatan cinta, walau sesekali ketika ia duduk di luar rumahnya, ia menatap rembulan dan ditemani secangkir kopi panas. Ia masih merasakan kerinduan saat meneguk secangkir kopi itu berdua. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.