Assagaff : Belajar dari konflik, Maluku pun Bangkit

oleh -21 views

@Porostimur.com | Ambon : Pasca dilanda konflik kemanusiaan 2 dekade silam, Maluku harus bangkit dan berbenah, guna mengejar ketertinggalannya dalam sisi pembangunan.

Karena itu, masyarakat di Maluku maupun Indonesia, harus menengok ke belakang akan pengalamannya.

Dimana, apa yang dialami itu bukan untuk diratapi, melainkan melihat efek dari pengalaman dimaksud.

Hal ini ditegaskan Gubernur Maluku, Ir. Said Assagaff, di sela-sela seminar nasional, di Islamic Center, Rabu (31/10).

”Ekonomi minus 27 persen, sekolah hancur ada segregasi sekolah. Yang Kristen sekolah di daerah Kristen juga yang Islam begitu. Anak-anak kehilangan ruang untuk keberagaman. Bahkan satu instansi bisa memiliki empat kantor,” ujarnya.

Saat konflik melanda, akunya, saat itulah terjadi segregasi sosial dan segregasi mental.

Baca Juga  Gunung Ibu Erupsi Lagi Malam Ini, Tinggi Letusan 2.000 Meter dari Atas Puncak

Sehingga, tidak ada ruang perjumpaan yang terbuka bagi antar komunitas.

”Anak-anak tidak memiliki memori kolektif. Yang ada in group bukan out grup,” jelasnya.

Saat konflik kemanusiaan melanda pada era tahun 1999-2003, jelasnya, ada tantangan politik identitas yang diikuti stigma kolektif masa lalu, bahwa ada musuh-musuh imajiner dengan teologi yang ekslusif dan penuh konflik.

”Tapi semua itu diubah semakin besarnya kegiatan lintas suku. Kami telah membuat MTQ 2012, Pesparawi 2015, kegiatan Muhamadiyah 2017,” tegasnya.

Saat MTQ digelar 2012 silam, terangnya, para kafilah pun ada yang tinggal di keuskupan bahkan menjadi juara 2 nasional.

Apalagi, timpalnya, Uskup Mandagi sangat menjaga para kafilah ini, layaknya menjaga  berlian.

Baca Juga  Ramadan di Gaza: Makanan Langka namun Kesedihan Berlimpah

”Cari ikan tengah malam dan digoreng jika diminta. Cari pisang goreng dan lain-lain,” timpalnya.

Setelah melalui perjalanan seperti itu, terangnya, masyarakat kini sudah sadar.

Bahkan saat ini di Maluku sudah ada kelompok lintas profesi dan lintas agama.

Begitupun komunitas-komunitas perdamaian, tambahnya, juga terbentuk di Maluku seperti Art of Peace.

”Saya ingin ada kampung multikultur. Semoga Maluku bukan sebagai laboratorium pasif tapi juga membangun kerukunan aktif,” pungkasnya. (keket)