Oleh: Smith Alhadar, Penasihat pada Institute for Democracy Education (IDe)
Sejak lima bulan terakhir badai politik melanda Serbia, negara Balkan pecahan Yugoslavia. Pemicunya adalah maraknya korupsi dan merosotnya demokrasi. Mirip dengan kondisi di Indonesia. Dus, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka harus memberi perhatian serius pada isu-isu ini. Terlebih, kelas menengah Indonesia sedang merosot dan pengangguran meluas.
Sejak November 2024, Serbia diguncang demonstrasi tak berkesudahan. Rakyat dari ibu kota Beograd sampai kota-kota kecil turun ke jalan memprotes wabah korupsi. Selama ini kota kecil dan perdesaan adalah basis dukungan Presiden Serbia Aleksandar Vucic dan partai penguasa, Partai Progresif Serbia. Demonstrasi dipicu runtuhnya atap Stasiun Novi Sad dan menewaskan 15 orang.
Padahal, stasiun baru selesai direnovasi (2022). Mahasiswa menilai kecelakaan itu disebabkan korupsi massif. Proyeknya tidak berkualitas karena pengawasnya menerima suap sehingga menyetujui begitu saja laporan kontraktor. Saat proyek direnovasi, Milos Vusevic masih menjabat Wali Kota Novi Sad. Sementara Tomislav Momirovic adalah Menteri Perhubungan dan Infrastruktur.
Keduanya terkait proyek renovasi stasiun. Belakangan, Vucevic menjadi Perdana Menteri dan Momirovic menjabat Menteri Perdagangan. Kini mereka mengundurkan diri. Bahkan Goran Vesic, pengganti Momirovic, ikut mundur. Kendati demikian, mahasiswa dan massa tetap demo sampai adanya perombakan pemerintahan dan struktur sosial politik.