Ketika mengandung Maryam, usia Hannah sudah memasuki masa “menapouse”, masa di mana wanita secara medis sudah tidak bisa mengandung, namun Allah berkehendak. Dalam kebahagiaan keluarga Imran yang menanti kelahiran sang anak, Imran wafat sebelum masa kelahiran anaknya.
Dengan adanya kejadian ini, ia merasakan kesedihan yang mendalam. Akan tetapi, Hannah tetap selalu bersabar dalam merawat janin yang ada dalam kandungannya. Hannah menginginkan anak laki-laki, sebab khawatir banyak hal tabu masyarakat saat itu yang menganggap perempuan hanya akan mengotori masjid ketika menjadi “khadam” (orang yang megabdi, melayani di tempat ibadah). Terutama saat sedang datang bulan atau haid. Sehingga Hannah berharap memiliki anak laki-laki untuk menjadi khadam.
Sepeninggal Imran, Hannah hijrah ke Al-Quds, ke tempat Nabi Zakaria, sebelum keberangkatannya Hannah berdiri dari mihrabnya seraya berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku (untuk) menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah nazar itu dariku. Sesungguhnya Engkaulah Tuhan Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Allah berkehendak lain dengan “harapan” Hannah, ia melahirkan seorang berjenis kelamin perempuan. Karena anak yang lahir perempuan, maka ada kegelisahan yang muncul dalam diri Hannah. Sebab, dirinya telah menazarkan jika anak yang ia lahirkan nantinya akan dijadikan khadam pada Bait Al-Muqaddas.