Majelis Pembaca Yang Berbahagia. Sampailah pada epilog opini ini, bahwa kota organisme yang bernyawa; maka bukan hanya kita berhak atas kota.
Ijinkan patik meracik novelty bahwa: kota pun berhak atas hidupnya. Pun, hak atas kelangsungan hidup, bertumbuh dan kembang, dan perlindungan –sebagai penjaminan atas kota berkelanjutan yang sahih dari takwil konstitusional Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Jika semua kota-kota (dalam segala jenis dan ukuran) saat ini dirancang lagi untuk berbakti demi kesejahteraan manusia, maka tidak ada sepotong alasan menolak kota-kota berkelanjutan untuk semua.
Kota-kota yang berhak atas oksigen, sanitasi, air bersih, infrastuktur dasar untuk memasilitasi organisme kota, yang ko-eksistensi dengan manusia penghuninya.
Tatkala epilog opini ini selesai diketik, sorot cahaya matahari Menteng-Cikini belum berakhir, hanya meredup saja, hendak bertukar siang berganti malam, lampu kota mulai menyala seakan tanda ibukota ini hidup dan bergairah menjaga sang hidup. Penghuninya maaih ramai, tak hendak meninggalkan kota, itu tondo hendak melanjutkan siklus hidup yang berlanjut, memperbarui semangat hidup kota yang berjiwa. Menjadikan kota-kota yang berkelanjutan, tidak cukup hanya 40 saja. Semua kota untuk semua, keadilan berkota untuk semua. Tabek.