Kiranya UU Pembangunan Perkotaan mencakup bagaimana prinsip, norma, kelembagaan, urusan dan tata laksana membangun kota yang memanusiakan manusia. Pernah ada RUU Bina Kota (1970). Merujuk Tjuk Kuswartojo (Kaca Benggala, 2019), RUU Bina Kota hendak menata kawasan kota dengan mengacu konsep Gidden: place, work, folk yang dikembang Corbusier menjadi kawasan ini: recreation, working, living, transportation.
Missi opini ini hendak mematutkan pentingnya agenda baru perkotaan yang menarasikan ‘Lima Haluan 2024, Transformasi Kota untuk Semua’.
(1) Transformasi Pengembangan Kota Berkelanjutan; (2) Transformasi kelembagaan dan urusan transformasi pengembangan kota berkelanjutan: (3) Transformasi sistem hukum pengembangan perkotaan yang aplikatif mengatasi tumpeng tindih regulasi terkait kota, perumahan, bangunan, pertanahan, pembiayaan, pengelolaan, bahan perlindungan konsumen. (4) Transformasi perkotaan sebagai prioritas pembangunan ansional dan isu strategis nasional yang sepaket dengan penanggulangan kekurangan perumahan (backlog), kawasan kumuh dan rumah tidak layak huni; memampukan mobilitas dan akses transportasi publik massal yang terjangkau, berbasis konektivitas dan aksesibilitas yang kua tiori dikenal dengan TOD (transit oriended development), serta menyambungkan infrastruktur dasar perkotaan dengan infrastruktur sosial yang melekat dengan ikhtiar capaian 17 SDGs. (5) Transformasi akses ruang publik dan partisipasi bermakna dalam menyokong prinsip kota-kota kita untuk semua: our cities for all.