Porostimur.com, Ternate – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyoroti kepemilikan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, atas lima perusahaan tambang yang tersebar di wilayah Malut. Kelima perusahaan ini diduga memberikan dampak lingkungan dan sosial yang signifikan bagi masyarakat setempat.
Sherly Tjoanda Miliki Saham Mayoritas di PT Bela Group
Berdasarkan laporan JATAM, lima perusahaan milik Sherly terdiri dari PT Karya Wijaya dan PT Bela Kencana (tambang nikel), PT Bela Sarana Permai (tambang pasir), serta PT Amazing Tabara dan PT Indonesia Mas Mulia (tambang emas).
Semua perusahaan ini berada di bawah naungan PT Bela Group, di mana Sherly tercatat memiliki 25,5 persen saham sekaligus menjabat sebagai direktur perusahaan.
Melky Nahar, Koordinator JATAM, menjelaskan bahwa kepemilikan saham mayoritas PT Karya Wijaya kini berada di tangan Gubernur, yakni 71 persen, sedangkan sisanya dibagi rata untuk tiga anaknya.
Perusahaan ini memiliki konsesi nikel seluas 500 hektare di Pulau Gebe sejak 2020, dengan konsesi tambahan 1.145 hektare pada 2025 di perbatasan Halmahera Timur dan Tengah.
Dampak Lingkungan dan Kontroversi Konsesi

JATAM menyoroti dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas PT Indonesia Mas Mulia di Pulau Bacan. Limbah tambang yang mengandung merkuri dan sianida diduga mencemari Sungai Sayoang, yang menjadi sumber air utama bagi masyarakat lokal. Masyarakat melaporkan perubahan warna dan bau air serta kerusakan pada lahan pertanian dan kebun warga.









